Tuesday, June 1, 2010

Penanganan Pornografi Bukan Hal Mubazir [Agama dan Pendidikan]

Jakarta, Pelita 1/6/2010




Pemimpin Jamiatul Muslimin Indonesia (Jatmi) KH Maktub mengatakan masayarakat janganlah menganggap penanganan masalah pornografi sebagai tindakan mubajir.


"Memerangi pornografi dari muka bumi tidaklah mudah, dan bukan merupakan perbuatan yang mubajir. Bukan hal tepat memperdebatkan pornografi sebagai penanganan masalah yang sia-sia," kata Pimpinan Jami'atul Muslimin Indonesia (Jatmi) KH Makhtub Effendi dalam rapat tentang penanganan pornografi di Itiglal Selasa (8/10).


Sementara Ketua Aliansi Masyarakat Anti Pornografi mengatakan untuk menangani masalah pornografi masyarakat harus menyatukan gerakan dari berbagai lapisan element agama, sehingga budaya pornografi tidak semakin merebak.


Maktub Effendi mengutip hadist Rasulullah SAW mengatakan apabila manusia melihat kemungkaran (pornografi) maka perangilah dalam tiga jenis, yakni, dengan tangan, lidah dan hati.


Bertindak dengan tangan dalam menangani dan memerangi masalah pornografi, yaitu dengan melalui bantuan aparat penegak hukum. Mereka dengan hukum yang ada akan bertindak secara tepat tentang definisi pornografi yang berkembang di masyarakat. Bertindak melalui lidah yaitu dilakukan oleh lembaga legislatif yang mempunyai wewenang dalam membuat Undang-Undang. Oleh karena itu dengan wewenang yang dimiliki mereka dapat membuat UU pornografi.


"Melalui lidah yakni dilakukan oleh masyarakat Islam ataupun agama lain dengan upaya berdoa kepada Tuhan, agar pornografi dihapuskan dari muka bumi," tambah Maktub


Sementara Maktub menjelaskan secara histori munculnya pornografi untuk menghancurkan generasi muda terjadi pada saat 800 tahun silam oleh raja Namrud, ketika ingin menghancurkan nabi Ibrahim. Iblis dengan berbagai cara dilakukan mempunyai kesulitan untuk menjerumuskan Ibrahim kedalam lautan api,.


Hal itu dilakukannya dengan mencampurkan arak kedalam minuman, selain itu Iblis juga memerintahkan kepada manusia melalui Namrud agar mereka telanjang, baik laki ataupun perempuan didepan Ibrahim. Melihat kondisi tersebut maka keadaan menjadi kacau dan kemaksiatan pun terjadi.


"Di saat ini pornografi telah membudaya di Indonesia, bahkan dikalangan muslim, dikarenakan Islam sebagai persaingan utama negara adikuasa setelah hancurnya kekuatan komunis Soviet," tegas Maktub


Sementara Pengurus KOWANI Syaiful Mukti mengatakan hal senada, bahwa pihaknya tidak pesimis apabila penanganan pornografi dikatakan sebagai hal yang mubajir. Mereka jangan melihat hasil yang akan dicapai. Adanya kegiatan yang dilakukan sejumlah element tertentu dalam memerangi pornografi tetap harus dilakukan untuk merangsang lembaga-lembaga lain dalam memerangi pornografi.


Menurut Syaiful pornografi merupakan hal yang sama bahayanya dengan narkoba, bahkan dampaknya lebih berbahaya dari narkoba. Pornografi yang bagaikan candu tersebut memiliki dampak yang terkait dengan orang lain. "Hal itu berbeda dengan pengguna narkoba yang cendrung merugikan diri sendiri," (m13)

JATMI Pro Anas Urbaningrum Oleh : Feery M | 14-Mei-2010, 23:17:36 WIB

KabarIndonesia - Pemilihan Ketua Kandidat Partai Demokrat akan berlansung dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, (Jawa Barat) pada tanggal 21 Mei 2010 mendatang.Sudah beberapa kandidat yang mencalonkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat yakni Andi Mallarangeng, Anas Urbaningrum, Marzuki Alie.

Pasalnya Dewan Pembina Partai Demokrat Bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyukai tokoh seorang pemuda yang berbakat dan berpotensi serta semangat untuk mengembangkan jati dirinya untuk menjadi Ketua Umum Parai Demokrat. Dan Bapak Presiden bersifat pabrik figur bagi para kandidat calon Ketua Partai Demokrat serta tidak adanya unsur atau ukuran umtuk memihak dan memilih dari para kandidatnya.

Untuk para calon kandidat Ketua Partai Demokrat dari ketiga calon, yang sangat didukung oleh Ketua Dewan Pendidikan Yayasan Al-Huda dan JATMI, hanya Anas Urbanungrum yang akan selalu mendukung. Kanjeng Pangeran Haryo KH. Drs. Nukman Muhasyim Jayakarta III mengatakan "Saya akan mendukung untuk Anas Urbaningrum menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, karena beliau mempunyai potensi yang tinggi, akhlak yang baik, sifat kebersamaan, serta gotong royong dengan para politik yang berdemokrasi," ujarnya.

Maka untuk itu dari semua para partai salah satu harus mempunyai generasi yang memiliki Leader yang tinggi, wawasan yang jauh serta akhlak yang bagus dan tidak kalah pentingnya hubungan dengan para Paratai politik lainya.

Para Kandidat mendeklarasikan di berbagi tempat untuk menunjukan kesemangatanya, keseriusannya dari para kandidat-kandidatnya,untuk meminta dukungannya dari para peserta Partai Demokrat pada waktu Konfrensi Kongres di Bandung (Jawa Barat).

Untuk itu Ketua Dewan Pendidikan Yayasan Al-Huda dan JATMI, Kanjeng Pangeran Haryo Nukman Muhasyim Jayakarta III mengatakan, sangat berterima kasih dengan adanya Konfrensi Kongres di Paratai Demokrat.

Ini adalah keinginan dari masyarakat yang mampu untuk mengembangkan amanat dalam rangka korupsi, yang terus dilakukan dengan secara menyeluruh agar dapat mewujudkan kehidupan yang lebih baik di dalam bangsa dan tidak dilihat hanya golongan yang tertentu. Semoga masyarakat dapat melihat demokrasi yang solid," ujarnya.

*Surau Suluk Induk di Rohul Diresmikan Diharapkan Jadi Pusat Tareqat Rokanhulu




Kamis, 08 April 2010 - 19:27:18 WIB
RAMBAH (rokanhulunews.com) - Dengan diresmikannya Surau suluk Syeh Ibrahim Al Khalidi Naqsabandi sebagai surau suluk Induk (sentral) di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) oleh Bupati Rohul, Kamis (8/4) pagi, diharapkan surau suluk induk yang didirikan di Dusun Ngarai Desa Koto Tinggi Kecamatan Rambah, difungsikan sebagai pusat kegiatan seluruh tareqat di Rohul.

Imbauan dan harapan itu dipaparkan Bupati Rohul Drs H Achmad MSi, dalam sambutannya saat meresmikan Surau suluk Syehk Ibrahim Al Khalidi Naqsabandi sebagai surau suluk Induk di Rohul, yang dihadiri 3 ribu jamaah dan undangan dari Tareqat Bonjol Sumbar dihadiri 250 orang, Tapanuli Utara dan seluruh jamaah Tareqat Naqsabandi se Rohul.

Peresmian surau suluk induk juga dihadiri langsung Ketua Pusat Jamaah Tariqat Muktabarah Indonesia (Jatmi) KH DR Maktub Efendi, Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Riau Drs H ashari MH, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Rohul Drs Abdul Ghafar Usman MSc, para Mursyid, Mursyidin serta jemaah tareqat di Rohul, Kepala Dinas, Badan, Kantor, Camat, dan para kepala desa.

''Pembangunan surau suluk Induk ini sebagai bentuk menyatukan seluruh tareqat untuk bersama-sama melaksanan tawajjuh. Dimana dengan adanya surau induk tersebut, seluruh kegiatan persulukan bisa dilaksanakan. Sehingga nantinya tidak ada membedakan antara tareqat yang satu dengan yang lainnua, namun bagaimana seluruh tareqat di Rohul bersama-sama melakukan kegiatan mulai sesuai julukan Rohul sebagai negeri seribu suluk,'' terang Bupati.

Bahkan dengan diresmikannya surau suluk sentral, citra Rohul sebagai �Negeri Seribu Suluk� semakin dikenal serta diakui. Kepala Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (TRCK) Ir H Hafith Syukri sebagai pelaksanaan pembangunan surau suluk Syehk Ibrahim menjelaskan, surau suluk dibangun sejak tahun 2008 dari dana APBD Rohul mulai tahun 2008 sebesar Rp1,7 miliar, kemudian tahun 2009 sebesar Rp1,8 miliar dan untuk tahun 2010 ini dilanjutkan membangun rumah Mursyid dengan dana Rp1,1 miliar, hingga secara total dana keseluruhan yang dianggarkan mencapai Rp4,6 miliar.

Bupati juga menjelasakan, bahwa surau suluk yang dibangun Pemkab sendiri, saat ini baru bisa menampung 30 orang jemaah pria dan 30 orang jemaah wanita. Dimana tahun 2011 mendatang, ditargetkan surau mampu menampung 60 jemaah pria dan 60 jemaah wanita.

Ketua Pusat Jemaah Tarikat Muktabarah Indonesia (Jatmi) Jakarta KH DR Maktub Efendi dalam sambutanya menyatakan, walaupun zaman saat ini era digital dan modern, namun zikir dan ibadah harus tetap dilakukan. Apalagi Rohul yang dijuluki �Negeri Seribu Suluk� harus tetap dipertahankan.

''Kita salut atas kemauan keras Bupati Rohul membangun surau suluk dengan dana mencapai Rp5 miliar. Nantinya, surau suluk tersebut bisa difungsikan sebagai pusat kegiatan keagamaan terutama zikir, ini menunjukan bahwa sosok Bupati juga memperhatikan keagamaan di Rohul ini,'' ungkap Maktub Efendi.

Bupati juga menyatakan, dulunya surau suluk Syehk Ibrahim pernah berjaya pada saat didirikan. Kemudian ide Bupati selaku cucu dan keturunan Syehk Ibrahim dengan sesuai jabatan dan kemampuan, ingin mengembangkan kejayaan surau suluk dengan membangun surau suluk induk yang juga menggunakan nama Surau suluk Syehk Ibrahim.

Dalam acara peresmian itu, juga dilakukan pemotongan pita, sekaligus pembukaan papan nama surau suluk Syehk Ibrahim serta penyerahan kunci kendaraan operasional surau suluk Syehk Ibrahim. Bupati sendiri berharap, para Mursyid dan khalifah yang ada, untuk merundingkan agar melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan secara bersama.

''Nantinya diharapkan, tidak ada perbedaan sehingga dalam melaksanakan kegiatan di surau suluk induk bisa berjalan lancar,'' terang Achmad.(wan/fik*)

Thursday, May 27, 2010

DPP Jatman Tolak Pencalonan Hasyim Sebagai Rois Am


Hasyim Muzadi. TEMPO/Fransiskus S
TEMPO Interaktif, Makassar - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Jamiyyah Ahlith Thoriqoh Al-Mutabaroh An-Nahdliyah (Jatman) Idarah Aliyah Habib Toha menyatakan penolakannya kepada Hasyim Muzadi dalam pencalonan Rois Am Nahdlatul Ulama di Muktamar ke-32 Makassar.

Menurutnya sikap resmi DPP Jatman menolak Muzadi untuk dicalonkan menjadi Rois Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, sebab kata Toha, bukan tempatnya Muzadi menduduki Rois Am. Menurutnya masih banyak kiai-kiai yang lebih tua dan lebih cocok.
"Kami ingin agar Rois Am diberikan pada kiai yang lebih senior, " kata Habib Toha dalam jumpa pers di sekretariat Jatman Idarah Wustha (Pengurus tingkat Provinsi) Sulawesi Selatan, jalan Baji Bicara siang ini.
Sikap itu juga untuk mengklarifikasi pernyataan sikap DPP Jatman yang akan keluar dari NU jika Muzadi terpilih Rois Am NU yang dimuat di sejumlah surat kabar lokal dan nasional.  "Kami pengurus pusat hendak mengklarifikasi pernyataan Rais Am Jatman Habib Lutfi Bin Ali Yahya yang menyatakan akan keluar dari NU jika Muzadi menjadi Rois Am PBNU, " kata Habib Toha.
Toha didampingi oleh Ketua Dewan Mursyid Jam'iyah Khalwatiah Syekh Yusuf Al-Makassary Syaikh Abdurahim Assegaf Puang Makka, Sekjen Jatman Muhammad Masroni dan para jamaah tarekat Syekh Yusuf ini.
Ditambahkan Nasroni, bahwa masih banyak kiai-kiai yang menurut pengamatan Jatman lebih pantas, seperti Maimun Zubair, Mustafah Bisri, Zainuddin. "Kami kedepankan adat, hormati senior, " kata Sekjen Jatman ini.
Namun, kata Toha, tidak berarti setuju dengan pencalonan itu. Menurutnya Muzadi diakui punya banyak kelebihan, baik, bagus dan cerdas. Tapi secara adat istiadat di NU, mana kala masih ada yang lebih tua, berilah kepada yang lebih senior.
"Tua keilmuan, tua pengetahuan, tua dedikasi, " ujarnya.
Jatman memiliki 43 organisasi tarekat di Indonesia dan badan otonom NU lainnya, kata Sekjen Jatman Masroni sebenarnya tidak puas dengan Muktamar ini karena badan otonom ini tidak punya suara di Muktamar.

ABD AZIS

Friday, May 21, 2010

Kiai Djalil Dukung Wiranto-Gus Sholah, Diikuti 900.000 Jamaah PETA

 
Sabtu, 19 Juni 2004 15:41
Tulungagung, NU Online
Kiai Toreqot yang juga pimpinan Ponpes PETA (Pesulukan Toreqot Agung Tulungagung), KH Abdul Djalil Mustaqiem tak biasanya bikin manuver politik. Namun, menjelang Pilpres-Pilwapres, kiai kharismatik yang disegani ini tiba-tiba mengeluarkan statemen politik mendukung duet Wiranto-Gus Sholah. Manuver politik ini didasarkan hasil istikharoh Kiai Djalil yang juga dilakukan lima kiai terkenal lainnya. Dipastikan, dukungan ini bakal diikuti jamaah Toreqot PETA yang jumlahnya mencapai 900.000 orang di berbagai penjuru tanah air.
Dukungan terhadap pasangan Wiranto-Gus Sholah itu, Sabtu (19/6) siang diungkapkan Kiai Djalil dalam keterangan pers yang berlangsung di kediamannya Ponpes PETA Kelurahan Kauman, Kota Tulungagung, Jawa Timur. ''Ya, memang betul saya mendukung Wiranto. Sejak awal, saya sudah kenal Wiranto. Tapi, Wiranto belum kenal sama saya,'' ungkap KH Abdul Djalil Mustaqiem.
Menurut Kiai Djalil, dukungan yang disampaikan kepada pasangan Wiranto-Gus Sholah semata-mata didasarkan hasil sholat istikharoh yang dilakukannya sebelum memasuki masa kampanye lalu. Selain dirinya yang istikharoh, KH Djalil juga memerintahkan lima orang kiai kenamaan lainnya untuk melakukan istikharoh. ''Alasan  mendukung Wiranto ya hasil istikharoh saya. Saya juga menyuruh lima kiai lain untuk bersitikharoh. Insya Allah, menurut hasil istikharoh, Wiranto jadi presiden,''kata Kiai Djalil tanpa bersedia menyebutkan nama lima kiai yang disuruh istikharoh itu.
Selain didasarkan hasil istikharoh, Kiai Djalil mengaku mendukung Wiranto karena Capres ini pernah menjabat sebagai komandan militer. Sementara, capres lainnya belum ada yang memiliki pengalaman seperti Wiranto. ''Dia (Wiranto) pernah menjadi komandan yang pernah disegani. Calon yang  lain kan belum ada yang pernah jadi komandan militer seperti Wiranto,'' kata Kiai Djalil.
Bagaimana dengan track record Wiranto yang dinilai kurang bagus dan disebut-sebut tersandung kasus pelanggaran HAM, Kiai Djalil tak banyak memberikan penjelasan. ''Lho, kiai saja yang kotor banyak, apalagi seorang pejabat,'' tandas kiai toriqot yang dikenal kharismatik dan memiliki santri di berbagai penjuru tanah air ini.
Mengapa Kiai Djalil dan santri-santri Toriqot PETA tidak diarahkan untuk mendukung KH Hasyim Muzadi  yang  berpasangan dengan Megawati. Padahal, KH Hasyim Muzadi menjabat sebagai Ketua Umum PB NU? ''Hasyim kan mencalonkan bukan atas nama NU, tapi atas nama pribadi. NU kan nggak mencalonkan. Malah, PKB yang mencalonkan Gus Sholah,'' tegasnya.
Ditanya apakah dukungannya kepada pasangan Wiranto-Gus Sholah ini juga akan diinstruksikan dengan mengeluarkan fatwa kepada para santri Toreqot PETA? ''Tanpa diberitahu secara formal, santri-santri saya sudah mengerti semua. Nggak perlu juga saya mengeluarkan fatwa-fatwaan. Kalau saya sudah ngomong A, Insya Allah, santri-santri saya Insya Allah akan ikut semua,'' kata Kiai Djalil.
Diungkapkan, saat ini, Toreqot yang dipimpinnya memiliki jamaah sekitar 900.000 orang yang tersebar di berbagai penjuru. Meski tidak mengeluarkan fatwa, kata Kiai Djalil, santri-santrinya  secara 'gethok tular' akan menyampaikan pesan politiknya mendukung Wiranto-Gus Sholah. ''Jamaah saya 900.000 itu Insya Allah mengikuti saya. Ini belum termasuk simpatisannya,'' tegas Kiai Djalil.
Setelah mengeluarkan statemen politik mendukung duet Wiranto-Gus Sholah, kata Kiai Djalil, Ponpes PETA kini tertutup dikunjungi caprs-cawapres yang lain. ''Ya, tentu saja, sekarang ini saya nggak mau menerima kunjungan capres-cawapres yang lain. Nanti kalau mau dikira yang nggak-ngak. Untuk kunjungan dari calon lain, sekarang kami sudah tertutup,'' ujarnya.
Kiai Djalil tak akan kecewa seandainya pasangan Wiranto-Gus Sholah yang didukungnya nanti tidak terpilih menjadi Presiden-Wakil presiden.  ''Nggak apa-apa kalau tak terpilih. Saya kan hanya ingin menentramkan umat. Umat NU kan resah. Untuk menentramkan, saya buat himbauan seperti ini,'' kata Kiai Djalil.(kd-mhb)

600 Pria Zikir 3 Malam Keliling Kampung Besilam



Pos Metro Medan Selasa, 20 Oktober 2009
LANGKAT
PEMBUNUHAN Hj Basariah (65), Rabu (9/9) lalu, sepertinya sulit dilupakan masyarakat di perkampungan Babussalam, Besilam, Langkat. Karenanya, mereka tidak ingin peristiwa di Dsn II, Ds. Besilam, Kec. Padang Tualang, Langkat, itu terulang kembali.

Sebagai bentuk keprihatinan itu, mereka menggelar kembali tradisi yang telah diwariskan Syeikh Abdul Wahab Rokan kepada anak dan cucunya, yakni zikir berjalan keliling kampung. Dan itu telah dilaksanakan pada Jumat (16/10) hingga Minggu (18/10) lalu.

Zikir ini sendiri diikuti 600 jamaah khusus pria, dengan mengenakan pakaian wajib berwarna putih-putih. Sebelum ritual berjalan keliling kampung dilakukan, mereka terlebih dahulu berdoa dan zikir di makam Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Selain berzikir, dalam ritual tersebut, juga dilakukan azan dan doa di empat sudut kampung.

Yang menarik, selain berkeliling kampung, warga yang bermukim di perkampungan Babusslam tak diperkenankan membuka pintu ataupun jendela rumah mereka, selama ritual berlangsung. Tujuannya, agar warga terhindar dari mala petaka.

�Didalam zikir berjalan ini, selain berkeliling kampung, juga di lakukan Azan dan Doa terhadap 4 sudut kampung Besilam dan saat dilakukannya zikir berjalan, setiap rumah tidak dibenarkan membuka pintu dan jendela rumah mereka,� kata Khalifah Jamaluddin Khalik dan H.Ahyar Murni.

Ritual zikir yang sudah 11 tahun terakhir tidak dilaksanakan ini, dipimpin oleh Tuan Guru Syekh Tajuddin Al Mudawar. Usai zikir berjalan, para khalifah (pimpinan) ritual langsung kembali ke makam tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Di sini, mereka makan Bertih dan pisang Bantan secara bersamaan. Ini merupakan adat tradisi turun temurun penganut tariqat naqsabandi di perkampungan Besilam, Langkat.

�Tujuan dilaksanakan zikir ini adalah untuk mengusir segala marabahaya dari perkampungan Besilam Babussalam,� terang Syekh Tajuddin.(ndi/smg)

Tahlilan Seratus Hari Syekh Abdurrahman Rajagukguk Tuan Guru Imbau Jamaah Cermat Pilih Pemimpin

Cetak E-mail
Metro Siantar Senin, 10 Mei 2010

HATONDUHAN-METRO; Tuan Guru Persulukan Serambi Babussalam Hatonduhan, Syekh Muda Haji Ahmad Sabban Al Rahamaniy Rajagukguk MA, mengimbau seluruh kaum Muslimin dan khususnya para jamaah Thariqat Naqsyabandiah agar cermat memilih pemimpin Simalungun kedepan. Sebab dia melihat banyak pemimpin bersemangat mengumbar janji dengan segudang program sesaat sebelum berkuasa, namun realitanya hanya janji tinggal janji.

Imbauan itu disampaikan Tuan Guru Syekh Muda Haji Ahmad Sabban Al Rahamaniy Rajagukguk, di sela-sela acara tahlilan seratus hari Allah Yarham Syekh Abdurrahman Rajagukguk, Jumat (7/5) malam, di Pondok Persulukan Serambi Babussalam Desa Jawa Tongah, Kecamatan Hatonduhan, Simalungun. Dia pun mengajak semua kandidat bakal calon (balon) Bupati dan para pasangan calon Wali Kota yang beriktikad baik melakukan perubahan terhadap daerahnya agar dapat melakukan program-program yang terukur dan dapat memberikan perbaikan kesejahteraan terhadap masyarakat.
Menurut Syekh Muda Haji Ahmad Sabban, tidak perlu mengumbar janji dan merasa sudah pantas dan teruji dalam memimpin. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menampilkan sikap tawadhu rendah hati, tidak sombong dan tidak menghianati kepercayaan masyarakat.
Ia mengaku sangat prihatin melihat kondisi para pejabat di berbagai daerah di negeri ini. Keprihatinan itu terkait banyaknya para penguasa yang lupa dan mempermainkan amanah yang telah dibebankan dipundaknya. "Sangat wajar kemudian, kita sama-sama menyaksikan beberapa pejabat dan penguasa di berbagai daerah terjerat kepada urusan lembaga hukum, seperti kejaksaan atau KPK," sebut Syekh Muda Haji Ahmad Sabban.
Pada kesempatan itu, Syekh Muda Haji Ahmad Sabban juga tidak terjebak dengan formalitas simbol-simbol agama, tapi sesungguhnya yang paling terpenting adalah bagaimana memilih pemimpin yang dapat mendukung kehidupan beragama yang harmonis dan kondisif serta mampu mensejahterakan masyarakatnya. Menurut dia, menjual isu-isu agama untuk komoditas politik adalah gaya politik pragmatis dan sempalan serta murahan. "Saatnya sekarang ini berlomba-lomba menunjukkan sikap politik yang mencerdaskan rakyat, santun, tidak munafik serta dapat menampilkan gaya kepemimpinan yang elegan. Soal ke mana dan siapa yang menjadi pilihan Wali Kota Siantar dan Bupati Simalungun, Syekh Muda Haji Ahmad Sabban tidak mengarahkannya kepada jemaah. "Biarlah jamaah memilih dengan hati nuraninya serta mengharap petunjuk Allah Swt agar pilihannya tidak salah. Namun kepada jamaah yang tersebar di Siantar Simalungun, Syekh Muda Haji Ahmad Sabban berpesan agar memilih pemimpin berhati-hati dan jangan salah pilih.
Acara Berjalan dengan Hikmat
Meskipun acara Tahlilan seratus hari Allah Yarham Syekh Abdurrahman Rajagukguk hanya sebatas jamaah thatiqat naqsyabandiah, namun acara tersebut dihadiri ratusan jamaah dan berjalan penuh hikmat dengan alunan zikir yang menggema. Pada acara tahlilan, Tuan Guru mengajak pada jamaah agar senantiasa sungguh-sungguh melaksanakan zikir agar keutamaan zikir tersebut dapat diperoleh.
Hadir dalam acara para Khalifah yang berada di daerah Simalungun, Medan, Tebing Tinggi dan Langkat, serta para undangan dan kaum Muslimin yang berada di Jawa Tongah, Kecamatan Hatonduhan Simalungun. Turut hadir Rombongan dari Tim JR-Nur (Calon Bupati-wakil Bupati Simalungun). (dro)

Sunday, May 16, 2010

 Ketua Pengurus Pusat P Jatman, KH Habib Thaha mengatakan, untuk menjadi Rais Aam, seseorang harus memenuhi kriteria di antaranya adalah ulama-ulama yang lebih tua, baik dalam segi usia, pengetahuan, ilmu, dedikasi, kebijaksanaan dan sebagainya. ‘’Pokoknya, tua dalam segala hal,’’ ujar Habib Thaha, saat jumpa pers di kediaman Pengurus Tarekat Khalwatiyah Sulsel, Abdurrahman Assegaf Puang Makka.

Sebelumnya, sejumlah media sempat melansir berita, jika Hasyim Musadi terpilih menjadi Rais Aam PBNU, beredar wacana para ulama-ulama tarekat NU akan menarik diri dari NU. Sekjen Jatman, KH Muhammad Masroni mengatakan, tak ada intrik pribadi antara PP Jatman dengan Hasyim Musadi. ‘’Namun jika ada sikap keras dari Rais Aam ulama-ulama tarekat, itu merupakan wujud kecintaan ulama pada NU,’’ ujar Masroni di Makassar, Senin (22/3).

Para ulama-ulama tarekat tersebut menyampaikan, bahwa NU diharapkan bisa menampung aspirasi warganya. Masroni mengatakan, pada periode yang sudah lalu, NU banyak diarahkan ke hal-hal yang tidak seharusnya seperti masalah politik. ‘’Yang kita inginkan, NU kembali ke Khittah 26, yakni membangun kembali bidang kemasyarakatan, pendidikan, bukan ke politik,’’ ujarnya.

Menurutnya, seorang Rais Aam NU, haruslah bisa menjadi panutan bagi seluruh kader NU di mana saja. Tugas pembangunan kemasyarakatan, janganlah dikesampingkan dan malah dilarikan ke ranah politik. Masroni yang didampingi sejumlah ulama tarekat lainnya, mengakui jika ada kekhawatiran, NU akan mengarah ke sana. Namun ia membantah jika ulama-ulama tarekat disebut akan keluar dari NU. (Red: siwi/Rep: Andina)

Wednesday, March 3, 2010

Whirling Dervish

Friday, February 12, 2010

Gerimis Hiasi Acara Zikir SBY di Monas

Sabtu, 13/02/2010 08:05 WIB
Nograhany Widhi K - detikNews
 Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pagi ini menghadiri zikir bersama di Monas. Hujan gerimis pun menghiasi zikir yang dihadiri ribuan orang ini.

Pantauan detikcom di Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (13/2/2010) ada 3 panggung yang didirikan di Monas bagian selatan. Panggung paling besar berukuran 5x7 meter setinggi 180 cm diletakkan di sisi Monas, tepatnya menghadap gerbang Monas dekat bundaran Patung Kuda.

Sedangkan dua panggung lainnya lebih kecil berukuran 3x3 meter diletakkan serong menghadap panggung besar itu.

Panggung paling besar ditempati para habaib yang akan memimpin zikir, dan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II. Tampak hadir di antaranya Mensesneg Sudi Silalahi, Menpora Andi Mallarangeng, Menkokesra Agung Laksono, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Mendiknas  M Nuh.

SBY tiba sekitar pukul 08.00 WIB mengenakan pakaian koko putih dan berpeci. Sementara, Ani Yudhoyono berbalut pakaian serba putih. Kedatangan keduanya disambut salawat badar.

Gerimis di Monas mulai turun pada pukul 07.10 WIB hingga pukul 07.45 WIB gerimis masih mengguyur. Sehingga para jamaah di tanah lapang membuka payung dan sebagiannya lagi pasrah diguyur air.

"Pindahkan hujan dari tempat ini. Jadikan tempat ini tempat yang maslahat bagi kami," ujar salah satu habaib yang memimpin.

"Amiin," sahut jamaah serempak.

Zikir yang bertema 'Berzikir untuk Indonesiaku' ini diadakan oleh Majelis Dzikir SBY Nurussalam, Majelis Dzikir Nurul Musthofa dan Forum Habib Nasional.
(nwk/mad)

Thursday, January 28, 2010

Buku Biografi Alm KH Nawawi Diluncurkan

19/08/2008

Purworejo, CyberNews. Sedikitnya 25.000 orang memadati komplek Pondok Pesantren An Nawawi Berjan, Gebang, Purworejo, Selasa. Mereka yang berasal dari wali santri, alumni, dan jamaah tariqah ini datang untuk menghadiri laucing buku biografi almarhum KH Nawawi.
KH Nawawi merupakan salah satu tokoh penting di balik berdirinya Jam'iyyah Thariqah Mu'tabarah yang juga pendiri pesantren tersebut. Laucing buku biografi itu dilakukan bersamaan dengan haul dan khataman santri sebelum memasuki bulan Ramadan.

Buku setebal 183 halaman itu disusun oleh penulis yang tergabung tim Pondok Pesantren An Nawawi. Tim itu terdiri dari Wakil Bupati Drs Mahsun Zain, Sahlan SAg MSi, dan Muhammad Ali Rosidin SPd I.
Biografi yang diberi judul 'Mengenal KH Nawawi Berjan Purworejo, Tokoh di Balik Berdirinya Jam'iyyah Ahli Thariqah al-Mu'tabarah itu diberi pengantar oleh dua orang kiai yang sudah sangat terkenal. Yakni KH Ahmad Idris Marzuqi, pengasuh pondok Lirboyo, Kediri, Jawa Timur dan pengasuh pondok Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH Maemoen Zubair.
Dalam kata pengantarnya, KH Ahmad Idris Marzuqi mengungkapkan, KH Nawawi merupakah mursyid Thariqat Qadiriyah/Naqsyabandiyah yang mengawali karir pengabdiannya dengan menimba ilmu di sejumlah pesantren di Jateng dan Jatim. "Almarhum adalah sosok yang sederhana. Sebuah sikap yang diwarisi dari ayahnya KH Shiddiq bin Zarkasi," katanya.
Disebutkan, KH Nawawi merupakah salah satu kiai yang memprakarsai terselenggarakan Kongres I Alim Ulama Thariqat Qadiriyah/Naqsyabandiyah pada tahun 1957. Kongres itulah yang menandai berdirinya Jam'iyyah Thariqah Mu'tabarah.
Sementara itu, KH Maemoen Zubair mengatakan, buku biografi tersebut sangat perlu untuk menjadi bacaan para muslim dan muslimat ahli sunnah wal jama'ah. "Utamanya para ahli thariqah al-mu'tabarah," katanya.
Pengasuh Pondok An Nawawi Berjan, KH Chalwani mengungkapkan, ditulisnya buku tersebut dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada jama'ah thariqah. "Dalam buku ini banyak diuraikan ajaran-ajaran KH Nawawi yang harus kita teladani. Juga menguraikan kiprahnya di balik berdirinya Jam'iyyah Ahli Thariqah al-Mu'tabarah," katanya.
Salah satu penulis, Muhammad Ali Rosidin mengungkapkan, buku tersebut pertama kali cetak sebanyak 10.000 eksemplar. "Setiap eksemplarnya dijual dengan harga Rp 25.000. Hasil penjualan buku ini akan digunakan untuk melanjutkan pembangunan masjid," katanya.


Makam Mbah Dur Dipadati Manusia

Jumat, 28 Desember 2007 Dari Temu Alumni Pesantren Futuhiyyah (2-Habis)

PAGI-PAGI sekali masyarakat dari berbagai daerah sudah berduyun-duyun ke pesarean Mbah Dur (KH Abdurrahman bin Qasidil Haq). Di tempat itu juga terdapat makam KH Ahmad Muthohar, KHMS Lutfil Hakim dan KH Abdurrahman, KH Mohammad Ridlwan dan lain-lain.
Mereka yang kebanyakan mursyid dan santri thoriqoh Qadiriyah Naqsabandiyah secara bersama-sama langsung menggelar tahlil dan yasin. Seolah-olah batu nisan di tempat itu tidak terlihat lagi saking padatnya oleh kerumunan manusia yang berkirim doa.
Mendekati azan zuhur, upacara haul Mbah Dur baru dimulai. Diawali dengan laporan Ketua Alumni KH Abdullah Adib Masrukhan Lc dan sambutan pengasuh pondok KH Hanif Muslih Lc. Sedang tausiyah disampaikan KH Tefur Mawardi dari Purworejo.
Gubernur Ali Mufiz pada kesempatan itu mengingatkan pentingnya keberadaan pondok pesantren dijaga. ''Pesantren ini sebagai benteng penjaga akhlak dan moral,'' tegas Ali Mufiz. Pendidikan agama yang diberikan di lembaga pendidikan menurutnya, porsinya sangat terbatas. Di pondok pesantrenlah penempaan akhlak dan kepribadian maksimal bisa dilakukan.
Menurut Gus Adib, Mbah Dur lahir di Kampung Suburan, Mranggen Demak tahun 1872M. Dialah yang melahirkan ulama besar KH Muslih yang tidak lain ayah KH Hanif Muslih. Mbah Dur pernah menjadi santri Kiai Sholeh Darat Semarang, KH Ibrahim Brumbung Mranggen.
Dari kiai inilah Mbah Dur mengaji ilmu Thoriqoh Qadiriyah Naqsabandiyah. Bahkan ia diwisuda menjadi khalifah thoriqoh setelah lulus ujian.
Dalam buku sejarah Futuhiyyah disebutkan, suatu hari Kiai Ibrahim berkata, ''Barang siapa yang nanti tidak batal shalatnya maka dialah yang berhak menyandang khalifah''. Benar juga, pada saat shalat jamaah berlangsung, para santri melihat ular besar merayap dari simbah KH Ibrahim menuju para santri yang jadi ma'mum.
Mereka lari tunggang-langgang dan otomatis batal shalatnya. Kecuali Mbah Dur yang tetap khusyuk meneruskan shalat sampai selesai. Akhirnya dialah yang diwisuda menjadi khalifah thoriqoh. Ia meninggal pada 20 zulhijjah 1360H (tahun 1941M) dalam usia 70 tahun.
Orang Mranggen
Pada kesempatan itu Kiai Hanif mengumumkan pengurus alumni Futuhiyyah masa hidmah 2007-2012 (Ittihadu Khirriji Futuhiyyah). Sayangnya pada jajaran pengurus inti (harian) diisi orang-orang Mranggen. Sedang alumni yang jauh tempat tinggalnya seperti di Samarinda, Pontianak, Jakarta, Lamongan, Sidoarjo, Ciamis, Sumatra dan lain-lain ditempatkan sebagai koordinator wilayah dan bidang-bidang.
Nama-nama alumni seperti Dr KH Taufiq Prabowo Lc DEA Malang, Prof Dr Muhibbin Noor MA, Dr KH Ahmad Munif MA, Prof Dr Qodry Azizy MA, Prof Dr Masykuri Abdillah MA dan lain-lain berada di posisi Dewan Pakar. Menurut Gus Munif pertimbangan rapat formatur menempatkan orang-orang Mranggen di pengurus harian karena latar belakang kepraktisan saja dan tidak membebani tugas alumnus yang punya kesibukan masing-masing. ''Sumbang pikiran dan komunikasi tetap kami butuhkan dan kami harapkan,'' tuturnya.
Karena Futuhiyyah sebagai peninggalan KH Abdurrahman bin Qasidil Haq dan KH Muslih Abdurrahman telah berkembang pesat menjadi lembaga pendidikan yang bermanfaat bagi masyarakat, para alumni diharapkan terus memberikan kontibusi untuk pengembangan Futuhiyyah ke depan. (Agus Fathuddin Yusuf-16)

Ritual Islam Kaffah ala Nahshabandiyah

16 October 2007
Sebuah aliran Islam di Jombang, Jawa Timur bersikukuh menggunakan cara hitung kuno atau aboge, untuk menentukan awal pelaksanaan puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Hasilnya, Hari Raya Idul Fitri pun digelar lebih lambat dari perayaan yang dilakukan oleh mayoritas umat Muslim di Indonesia, Minggu (14/10) “Ini persoalan syariat (cara) yang kami yakini benar, dan kami siap mati untuk itu,” kata KH. Nasuha Anwar, pemimpin aliran Tarekat Nashabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah al Aliyah pada The Jakarta Post.

Sekilas, tidak ada yang berbeda dengan Masjid Baitul Mutaqin di Dusun Kapas, Dukuh Klopo, Jombang, Jawa Timur. Namun, masjid yang dibangun tahun 1898 di ujung kota Jombang itu adalah pusat ajaran tarekat Nashabandiyah Khalidiyah Mujadadiyah al Aliyah. Sebuah aliran tarekat Islam yang memiliki pola peribadahan yang lebih menekankan pada sholat dan wirid. Penganut tarekat ini meyakini, cara yang dilakukannya mampu memperpendek jalan ke surga.

Tarekat yang akrab disebut Nashabandiyah Khalidiyah ini juga meyakini telah menggunakan cara-cara beribadah RasulullahMuhammad SAW dengan utuh. Cara-cara itu yang selama ini sudah mulai ditinggalkan oleh umat Islam kebanyakan dan menggantinya dengan pendekatan teknologi. Yang paling khas adalah penggunaan cara hitung kuno (aboge) untuk menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri.

Selama ini umat Islam kebanyakan hanya menggunakan cara rukyatul hilal atau melihat bulan secara langsung (biasa dipakai Nahdlatul Ulama/NU)dan hisab atau menghitung secara matematis pergantian bulan (biasa dipakai Muhammadyah). “Tapi cara aboge ini lebih bisa menentukan dengan pas seperti yang diajarkan mursyid (panutan) kami Syech Abdullah Fakir,” kata Nasuha Anwar.

Selain itu, Nashabandiyah Khalidiyah juga memiliki ritual (amaliyah) yang dilakukan di tempat khusus atau Kholwat. Ritual yang biasanya dilakukan pada Bulan Jawa Selo (Jumadil Akhir) itu digelar di kholwat-kholwat yang terletak di samping masjid Baitul Mutaqin. Sembari melakukan puasa tiga hari berturut-turut dan menyepi. “Bentuk amaliyah, termasuk apa yang wirid yang dibaca kali satu ini hanya khusus diberitahukan kepada anggota Nashabandiyah Khalidiyah,” katanya.

Keunikan Nashabandiyah Khalidiyah pertama kali diperkenalkan oleh Syech Abdullah Fakir, menantu Syech Usman Ja’fani, salah satu pembawa Islam di Tanah Jawa. Syech Abdullah Fakir yang lulusan Mekkah itu mendapatkan ilmunya dari Jabal Kubais Mekkah. Ajaran itu kemudian diturunkan kepada Kyai Ja’far, yang diturunkan lagi ke Kyai Anwar, ayah dari Kyai Nasuha Anwar.

“Ajaran Kyai Anwar yang utama adalah Kholwat selama 40 hari di bulan Selo, yang intinya mengimani ketauhidan, tata krama dalam beribadah dan penghormatan kepada orang tua,” kaya Kyai Nasuha. Saat ini, kata kyai yang memiliki dua istri dan enam anak itu, jumlah anggota Nashabandiyah Khalidiyah mencapai 3000-an orang yang tersebar di Jawa dan Sumatera. Namun, seluruh kegiatan dipusatkan di Masjid Baitul Mutaqin yang terletak di tanah wakaf seluas 800 meter persegi itu. Di tanah wakaf itu terbaring jasad Syach Abdullah Fakir dan keturunnannya.

Ketua Nahdlatul Ulama (NU) Kebontemu Jombang, Salikun, mengatakan, meski Nashabandiyah Khalidiyah memiliki perbedaan dengan syariat yang dipercaya mayoritas NU, namun hal itu tidak membuat Nashabandiyah Khalidiyah dimusuhi. “Masyakat NU di Jombang tidak merasa terganggu dengan keberadaan Nashabandiyah Khalidiyah, kami tetap hidup berdampingan dengan damai,” kata Salikun.

Selama ini, kata Salikun, bila ada warga Dusun Kapas yang tidak setuju dengan Nashabandiyah Khalidiyah, mereka biasanya memilih untuk beribadah di masjid lain yang tidak menganut aliran Nashabandiyah Khalidiyah. “Kita sama-sama Islam, meskipun nasab (silsilah keturunan) dan syariat (cara) yang kami anut berbeda,” katanya. Islam sebagai agama Rahmatanlil ’Alamin terealisasi di kawasan ini.

Thursday, January 21, 2010

Kharisma Kiai Tareqot Pondok Peta Tulungagung

Oleh : Muhibuddin | 15-Jan-2008, 03:43:50 WIB 
KabarIndonesia - Tulungagung, Sudah 38 tahun silam, KH Mustaqiem bin Hussain berpulang. Sudah tiga tahun pula, putranya, KH Abdul Djalil Mustaqiem  yang meneruskan perjuangannya wafat. Namun begitu, ketokohan dan keteladanan dua kiai kharismatik dari pondok pesantren Pesulukan Tareqot Agung  (Peta) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, ini seakan tak pernah terputus.           

Santri yang menjadi pengikut ajarannya masih saja terus mengalir ke Pondok Tareqot yang berlokasi di Jl. KH. Wakhid Hasyim, Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Tulungagung ini. Faktanya, setiap setahun sekali dihelat peringatan haul, santri yang berdatangan ke pondok Peta benar-benar luar biasa. Pondok yang kini diasuh putra Kiai Abdul Djalil Mustaqiem, Charir Mohamad Sholahudin Al Ayyubi (Gus Saladien) itu sama sekali tak kehilangan daya magnetik-nya. Dalam haul yang digelar, Minggu (13/1/2007) kemarin, misalnya, puluhan ribu santri jamaah Pondok Peta dari berbagai pelosok Indonesia tumplek blek membanjiri Kota Tulungagung.

Ketokohan dan keteladanan KH Mustaqiem yang masih keturunan dari Mbah Penjalu itu agaknya tetap meninggalkan ‘goresan' tersendiri di kalangan santri tareqot yang menjadi pengikutnya. ‘'Setiap haul, keluarga kami pasti ke Pondok Kiai Mustaqim dan Abdul Djalil ini,'' tutur beberapa santri Peta dari Blora, Jawa Tengah. Tak tanggung-tanggung. Para santri dari luar propinsi itu datang ke Tulungagung sampai harus mencarter beberapa buah bus bersama jamaah Pondok Peta lainnya. Demikian pula santri dari luar Pulau Jawa, saat haul, mereka juga banyak yang datang ke Pondok Peta dengan berombongan.

‘'Kami datang dari Lampung. Setiap haul, kami mesti datang ke Pondok,'' kata serombongan santri dari luar Pulau Jawa itu menuturkan. Di kalangan santrinya, KH. Mustaqim maupun Kiai Djalil diakui sebagai sosok yang banyak memberikan keteladanan dalam mengajarkan ilmunya. Karena itulah, santri-santrinya juga tersebar luas ke seantero negeri.

Di sisi lain, kiai yang menjadi tokoh tareqot assadziliyah itu dalam perjalanan hidupnya memang memiliki banyak kelebihan sebagaimana sering diungkap dalam manakib-nya yang dibacakan setiap peringatan haul. ‘'Sejak kecil, KH Mustaqiem sudah punya sirri. Beliau juga punya khizib kahfi,'' kata KH Mudhofir Sukhaimi yang biasa membacakan manakib KH Mustaqiem bin Hussain dalam setiap peringatan haul.

Diceritakan pula, suatu ketika, kiai Mustaqiem menerima nasib tak menyenangkan saat penjajahan Jepang. Bersama warga masyarakat yang lain, kiai kelahiran Keras, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tahun 1901 itu, harus menghadapi penyiksaan sadis yang dilakukan penjajah Jepang. ‘'Saat itu, Mbah Mustaqiem disiksa dengan cara ditutup semua lubang yang ada di tubuhnya kecuali dua lubang hidungnya. Lalu, lubang hidung itu dimasuki selang dan dipompa. Setelah perutnya membesar, Jepang menginjak-injak dengan sepatu perangnya. Banyak rakyat kita yang akhirnya mati disiksa seperti ini,'' katanya.

Namun, tidak demikian yang terjadi pada diri Kiai Mustaqiem. Entah bagaimana  ceritanya, Jepang memasukkan selang tidak ke lubang hidung Kiai Mustaqiem. Tapi, selang itu justru dimasukkan ke lubang ‘sabuk othok' (ikat pinggang khas orang Jawa). Maka, selamatlah kiai Mustaqiem dari penyiksaan sadis yang dilakukan penjajah Jepang. ‘'Begitulah Kiai Mustaqiem mempunyai kelebihan,'' kata KH Mudhofir.

Keistimewaan lainnya, Kiai Mustaqiem juga punya ilmu bela diri yang hebat. Kemampuan bela diri ini diketahui ketika Kiai ini ditantang silat seorang pendekar ulung. KH. Mustaqiem, ternyata, mampu meladeni tantangan itu dengan bersilat di atas empat tombak. ‘'Beliau juga menguasai sedikitnya 40 bahasa asing,'' terang KH Mudhofir.

Tak pelak, santri-santrinya saat itu sampai dibuat heran karena tak pernah tahu kapan kiai yang wafat pada 1970 itu belajar bahasa asing. ‘'Saat kedatangan tamu dari India, Mbah Mustaqiem juga bisa meladeni pembicaraan menggunakan bahasa India,'' ujarnya. Yang patut diteladani lagi, dalam setiap acara haul diungkapkan, meski tergolong Kiai berilmu tinggi, KH. Mustaqiem punya sikap tak suka menyombongkan diri. Faktanya, suatu hari, ada Kiai besar (Syekh Abdul Rozaq) yang akan berguru kepadanya. Namun, KH Mustaqiem justru bersikap sebaliknya.  Beliau malah akan berguru kepada Syekh Abdul Rozaq. ‘'Akhirnya, kedua Kiai besar itu rebutan untuk menjadi murid,'' ungkapnya.           

Sepeninggal Kiai Mustaqiem, perjuangan Pondok Peta diwariskan kepada salah seorang putranya, KH Abdul Djalil Mustaqiem. Sayang, Kiai Abdul Djalil yang tak kalah kharismatik dengan sang ayah itu, Jumat (7/1/2005) lalu sudah keburu dipanggil Allah SWT. Sebagai penerus perjuangannya, kini Pondok Peta diasuh Gus Salladien, salah seorang putra Kiai Abdul Djalil Mustaqiem yang usianya baru sekitar 29 tahun.            

Sebagai kiai kharismatik, kediaman Kiai Djalil hampir tak pernah sepi dari kunjungan tokoh-tokoh politik lokal maupun nasional. Menjelang Pemilu legislatif dan Pemilu presiden 2004 lalu, misalnya, kediaman Kiai Djalil banyak menjadi singgahan tokoh-tokoh politik nasional.            

Saat itu, beberapa tokoh nasional yang berkunjung ke kediaman Kiai Djalil, di antaranya, Nurcholis Madjid (Cak Nur), mantan Wapres, Try Soetrisno, Amien Rais, Yusuf Kalla dan tentu saja KH Abdurrohman Wahid (Gus Dur) yang sudah tak terbilang jumlahnya mendatangi pondok Kiai Djalil.

Keterangan foto : Kiai Abdul Djalil saat menerima kunjungan mantan Wapres Try Soetrisno bersama istrinya, sebelum Pemilu 2004 lalu. Saat itu, Try Soetrisno juga merayakan ulang tahunnya di kediaman Kiai Djalil.





SYEIKH MUHAMMAD ABDUL MALIK: Mursyid Sederhana dan Penyayang Santri Miskin

Purwokerto adalah ibukota kabupaten Banyumas, Jawa Tengah yang terletak di selatan Gunung Slamet, salah satu gunung berapi yang masih aktif di pulau Jawa. Purwokerto merupakan salah satu pusat perdagangan dan pendidikan di kawasan selatan Jawa Tengah.

  Sementara kabupaten Banyumas sendiri merupakan sebuah kawasan kebudayaan yang memiliki ciri khas tertentu di antara keanekaragaman budaya Jawa yang disebut sebagai budaya Banyumasan. Ciri khas ini ditandai dengan kekhasan dialek bahasa, citra seni dan tipologi masyarakatnya.


  Bentang alam wilayah banyumasan berupa dataran tinggi dan pegunungan serta lembah-lembah dengan bentangan sungai-sungai yang menjamin kelangsungan pertanian dengan irigasi tradisional. kondisi yang demikian membenarkan kenyataan kesuburan wilayah ini (gemah ripah loh jinawi).


  Dulunya, kawasan ini adalah tempat penyingkiran para pengikut Pangeran Diponegoro setelah perlawanan mereka dipatahkan oleh Kompeni Belanda. Maka tidak aneh, bila hingga masa kini masih terdapat banyak sekali keluarga-keluarga yang memiliki silsilah hingga Pangeran Diponegoro dan para tokoh pengikutnya.


  Keluarga-keluarga keturunan Pangeran Diponegoro dan tokoh-tokohnya yang telah menyingkir dari pusat kerajaan Matararam waktu itu, kemudian menurunkan para pemimpin bangsa dan tokoh-tokoh ulama hingga saat ini.


  Salah satu dari sekian banyak tokoh ulama keturunan Pangeran Diponegoro di kawasan Banyumas ini adalah Syekh Abdul Malik bin Muhammad Ilyas, Mursyid Thariqoh Naqsyabandiyah Kholidiyah dan Thariqoh Syadzaliyah di Jawa Tengah.


  Silsilah dan Pendidikan


  Sudah menjadi tradisi di kawasan Banyumasan kala itu, apabila ada seorang ibu hendak melahirkan, maka dihamparkanlah tikar di atas lantai sebagai tempat bersalin. Suatu saat ada seorang ibu yang telah mempersiapkan persalinannya sesuai tradisi tersebut, namun rupanya sang bayi tidak juga kunjung terlahir. Melihat hal ini, maka sang suami segera memerintahkan istrinya untuk pindah ke tempat tidur dan menjalani persalinan di atas ranjang saja. Tak berapa lama terlahirlah seorang bayi mungil yang kemudian dinamakan Muhammad Ash'ad, artinya Muhammad yang naik (dari tikar ke tempat tidur). Peristiwa ini terjadi di Kedung Paruk Purwokerto, pada hari Jum'at, tanggal 3 Rajab tahun 1294 H. (1881 M.) Nama lengkapnya adalah Muhammad Ash'ad bin Muhammad Ilyas. Kelak bayi mungil ini lebih dikenal sebagai Syeikh Muhammad Abdul Malik Kedung Paruk Purwokerto.


  Beliau merupakan keturunan Pangeran Diponegoro berdasarkan "Surat Kekancingan" (semacam surat pernyataan kelahiran) dari pustaka Kraton Yogyakarta dengan rincian Muhammad Ash'ad, Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin Raden Mas Haji Ali Dipowongso bin HPA. Diponegoro II bin HPA. Diponegoro I (Abdul Hamid) bin Kanjeng Sultan Hamengku Buwono III Yogyakarta. Nama Abdul Malik diperoleh dari sang ayah ketika mengajaknya menunaikan ibadah haji bersama.


  Sejak kecil, Abdul Malik memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya. Setelah belajar al-Qur'an kepada ayahnya, Abdul Malik diperintahkan untuk melanjutkan pendidikannya kepada Kyai Abu bakar bin Haji Yahya Ngasinan, Kebasen, Banyumas.


  Selain itu, ia juga memperoleh pendidikan dan pengasuhan dari saudara-saudaranya yang berada di Sokaraja,sebuah kecamatan di sebelah timur Purwokerto. Di Sokaraja ini terdapat saudara Abdul Malik yang bernama Kyai Muhammad Affandi, seorang ulama sekaligus saudagar kaya raya. Memiliki beberapa kapal haji yang dipergunakan untuk perjalanan menuju Tanah Suci.


  Ketika menginjak usia 18 tahun, Abdul Malik dikirim ke Tanah Suci untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai didiplin ilmu agama, seperti Tafsir, Ulumul Qur'an, Hadits, Fiqih, Tasawuf dan lain-lain. Pada tahun 1327 H. Abdul Malik pulang ke kampung halaman setelah kurang lebih 15 tahun belajar di Tanah Haram. Selanjutnya  ia berkhidmat kepada kedua orang tuanya yang sudah sepuh (lanjut usia). Lima tahun kemudian (1333 H.) ayahandanya (Muhammad Ilyas) meninggal dalam usia 170 tahun dan dimakamkan di Sokaraja.


  Sepeninggal ayahnya, Abdul Malik muda berkeinginan melakukan perjalanan ke daerah-daerah sekitar Banyumas, seperti Semarang, Pekalongan, Yogyakarta dengan berjalan kaki. Perjalanan ini diakhiri tepat pada seratus hari wafatnya sang ayah. Abdul Malik kemudian tinggal dan menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Sejak saat ini, ia kemudian lebih dikenal sebagai Syeikh Abdul Malik Kedung Paruk.


  Guru-Guru


  Syeikh Abdul Malik mempunyai banyak guru, baik selama belajar di Tanah Air maupun di Tanah Suci. Di antara guru-gurunya adalah Syekh Muhammad Mahfudz bin Abdullah at-Tirmisi al-Jawi, Sayyid Umar as-Syatha' dan Sayyid Muhammad Syatha', keduanya merupakan ulama besar Makkah dan Imam Masjidil Haram dan Sayyid Alwi Syihab bin Shalih bin Aqil bin Yahya.


  Sebelum berangkat ke tanah Suci, Syeikh Abdul Malik sempat berguru kepada Kyai Muhammad Sholeh bin Umar Darat Semarang, Sayyid Habib Ahmad Fad'aq (seorang ulama besar yang berusia cukup panjang, wafat dalam usia 141 tahun), Habib 'Aththas Abu Bakar al-Atthas; Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Surabaya; Sayyid Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas Bogor.


  Sanad Thoriqah Naqsabandiyah Kholidiyah diperolehnya secara langsung dari sang ayah, Syaikh Muhammad Ilyas; sedangkan sanad Thoriqah Sadzaliyah didapatkannya dari Sayyid Ahmad Nahrawi Al-Makki (Mekkah).


  Selama bermukim di Makkah, Syeikh Abdul Malik diangkat oleh pemerintah Arab Saudi sebagai Wakil Mufti Madzhab Syafi'i, diberi kesempatan untuk mengajar berbagai ilmu agama termasuk, tafsir dan qira'ah sab'ah. Sempat menerima kehormatan berupa rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes.


  Menurut beberapa santrinya, Syekh Abdul Malik sebenarnya tinggal di Makkah selama kurang lebih 35 tahun, tetapi tidak dalam suatu waktu. Di samping belajar di tanah Suci selama 15 tahun, ia juga seringkali membimbing jamaah haji Indonesia asal Banyumas, bekerjasama dengan Syeikh Mathar Makkah. Aktivitas ini dilakukan dalam waktu yang relatif lama, jadi sebenarnya, masa 35 tahun itu tidaklah mutlak.


  Perjuangan Fisik


  Adalah tidak benar, jika para ulama ahli tasawuf disebut sebagai para pemalas, bodoh, kumal dan mengabaikan urusan-urusan duniawi. Meski tidak berpakaian Necis, namun mereka senantiasa tanggap terhadap berbagai kejadian yang ada di sekitarnya. Ketika zaman bergolak dalam revolusi fisik untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing, para ulama ahli Thoriqoh senyatanya juga turut berjuang dalam satu tarikan nafas demi memerdekakan bangsanya.


  Pada masa-masa sulit zaman penjajahan Belanda dan Jepang, Syeikh Abdul Malik senantiasa gigih berdakwah. Karena aktivitasnya ini, maka ia pun menjadi salah satu target penangkapan tentara-tentara kolonial. Mereka sangat khawatir pada pengaruh dakwahnya yang mempengaruhi rakyat Indonesia untuk memberontak terhadap penjajah. Menghadapi situasi seperti ini, ia justru meleburkan diri dalam laskar-laskar rakyat. Sebagaimana Pangeran Diponegoro, leluhurnya yang berbaur bersama rakyat untuk menentang penjajahan Belanda, maka ia pun senantiasa menyuntikkan semangat perjuangan terhadap para gerilyawan di perbukitan Gunung Slamet.


  Pada masa Gestapu, Syeikh Abdul Malik juga sempat ditahan oleh PKI. Bersamanya, ditangkap pula Habib Hasyim al-Quthban Yogyakarta, ketika sedang bepergian menuju daerah Bumiayu Brebes untuk memberikan ilmu kekebalan atau kesaktian kepada para laskar pemuda Islam. Dalam tahanan ini, Habib Hasyim al-Quthban mengalami shock dan akhirnya meninggal, sedangkan Syekh Abdul Malik masih hidup dan akhirnya dibebaskan.


  Kepribadian


  Dalam hidupnya, Syeikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca al-Qur'an dan Shalawat. Dikenal sebagai ulama yang mempunyai berkepribadian sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian akhlakul karimah. Maka amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.


  Syeikh Abdul Malik adalah pribadi yang sangat sederhana, santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahim kepada murid-muridnya, terutama kepada mereka yang miskin atau sedang mengalami kesulitan hidup. Santri-santri yang biasa dikunjunginya ini, selain mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuh waluh, Bojong, juga sanri-santri lain yang tinggal di tempat jauh.


  Setiap hari Selasa pagi, dengan bersepeda, naik becak atau dokar, Syeikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian, sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan. Acara ini merupakan  forum silaturrahim bagi para pengikut Thoriqah Naqsyabandiyah Kholidiyah Kedung paruk yang diisi dengan pengajian dan tawajjuhan.


  Syeikh Abdul Malik juga dikenal memiliki hubungan baik dengan para ulama dan habaib, Bahkan dianggap sebagai guru bagi mereka, seperti KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Soleh bin Muhsin al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bafaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi (Brani, Probolinggo), dan lain-lain.


  Termasuk di antara para ulama yang sering berkunjung ke kediaman Syeikh Abdul Malik ini adalah Syeikh Ma'shum (Lasem, Rembang) yang sering mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik sebagai tabarruk (meminta barakah) kepadanya. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Kholil (Sirampog, Brebes), KH Anshori  (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas). Para ulama ini merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur'an, namun tetap belajar ilmu al-Qur'an kepada Syeikh Muhammad Abdul Malik Kedung Paruk.


  Sementara itu, murid-murid langsung dari Syeikh Abdul Malik di antaranya adalah KH Abdul Qadir, Kiai Sa'id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thoriqah Naqsabandiyah Kholidiyah), KH Sahlan (Pekalongan), Drs. Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma'shum (Purwokerto) dan lain-lain.


  Selain, menularkan ilmunya kepada santri-santi yang kemudian menjadi ulama dan pemimpin umat, Syeikh Abdul Malik juga memiliki santri-santri dari berbagai kalangan, seperti Haji Hambali Kudus, seorang pedagang yang dermawan dan tidak pernah rugi dalam aktivitas dagangnya dan Kyai Abdul Hadi Klaten, seorang penjudi yang kemudian bertaubat dan menjadi hamba Allah yang shaleh dan gemar beribadah.

  Keluarga


  Syeikh Muhammad Abdul Malik bin Muhammad Ilyas menikahi tiga orang istri, dua di antaranya dikaruniai keturunan. Istri pertamanya adalah Nyai Hajjah Warsiti binti Abu Bakar yang lebih dikenal dengan nama Mbah Johar. Seorang wanita terpandang, puteri gurunya, K Abu Bakar bin H Yahya Kelewedi Ngasinan, Kebasen. Istri pertama ini kemudian dicerai setelah dikaruniai seorang anak lelaki bernama Ahmad Busyairi (wafat tahun 1953, pada usia sekitar 30 tahun).


  Ada sebuah cerita unik tentang putera pertamanya ini. Ahmad Busyairi adalah seorang pemuda yang meninggal dunia sebelum sempat menikah. Suatu hari Syeikh Abdul Malik berkata padanya, "Nak, besok kamu menikah di surga saja ya?" Mendengar ayahnya bertutur demikian, muka Busyairi terlihat ceria dan hatinya merasa sangat gembira. Beberapa waktu kemudian, ia meninggal sebelum berkesempatan menikah.


  Istri kedua Syeikh Abdul Malik adalah Mbah Mrenek, seorang janda kaya raya dari desa Mrenek, Maos Cilacap. Pernikahan ini tidak dikaruniai anak. Istimewanya, suatu hari Syeikh Abdul Malik hendak menceraikannya, namun Mbah Mrenek berkata, "Pak Kyai, meskipun Panjenengan (Anda) tidak lagi menyukai saya, tapi tolong jangan ceraikan saya. Yang penting saya diakui menjadi istri Anda, dunia dan akhirat." Mendengar permintaan ini, Syeikh Abdul Malik pun tidak jadi menceraikannya.


  Sedangkan istri ketiga-nya adalah Nyai Hj. Siti Khasanah, seorang wanita cantik dan shalihah, tetangganya sendiri. Pernikahan ini, dikaruniai seorang anak perempuan bernama Hj. Siti Khairiyyah yang wafat empat tahun sepeninggal Syekh Abdul Malik. Dari puterinya inilah nasab Syeikh Abdul Malik diteruskan.


  Pesan dan Berpulang


  Salah seorang cucu Syeikh Abdul Malik mengatakan, ada tiga pesan dan wasiat yang disampaikan Beliau kepada cucu-cucunya. Pertama, jangan meninggalkan shalat. Tegakkan shalat sebagaimana telah  dicontohkan Rasululah SAW. Lakukan shalat fardhu pada waktunya secara berjama'ah. Perbanyak shalat sunnah serta ajarkan kepada para generasi penerus sedini mungkin.


  Kedua, jangan tinggalkan membaca al-Qur'an. Baca dan pelajari  setiap hari serta ajarkan sendiri sedini mungkin kepada anak-anak. Sebarkan al-Qur'an di mana pun berada. Jadikan sebagai pedoman hidup dan lantunkan dengan suara merdu. Hormati orang-orang yang hafal al-Qur'an dan qari'-qari'ah serta muliakan tempat-tempat pelestariannya.

    
  Ketiga, jangan tinggalkan membaca shalawat, baca dan amalkan setiap hari. Contoh dan teladani kehidupan Rasulullah SAW serta tegakkanlah sunnah-sunnahnya. Sebarkan bacaan shalawat Rasulullah, selamatkan dan sebarluaskan ajarannya.


  Pada hari Kamis, 21 Jumadil Akhir 1400 H. yang bertepatan dengan 17 April 1980 M. sekitar pukul 18.30 WIB (malam Jum'at), Syekh Abdul Malik meminta izin kepada istrinya untuk melakukan shalat Isya' dan masuk ke dalam kamar khalwat-nya. Tiga puluh menit kemudian, salah seorang cucunya mengetuk kamar tersebut, namun tidak ada jawaban. Setelah pintu dibuka, rupanya sang mursyid telah berbaring dengan posisi kepala di utara dan kaki di selatan, tanpa sehela nafas pun berhembus.  Syeikh Abdul Malik kemudian dimakamkan pada hari Jum'at, selepas shalat Ashar di belakang Masjid Bahaul Haq wa Dhiyauddin Kedung Paruk, Purwokerto.



  Disadur kembali oleh Zakki Amali

Wednesday, January 20, 2010

Pesantren dalam Pemikiran Islam Global

`Tradisi pemikiran pesantren mencapai puncaknya dengan munculnya berbagai ulama tangguh secara internasional oleh dunia Islam di masanya.

'Islam Indonesia hanya konsumer. Bukan produser pemikiran.'' Pernyataan ini ditegaskan seorang dosen Universitas Indonesia lulusan Australia, beberapa tahun lalu, tepatnya sebelum pemilu 2004. Tak jelas apa motif dan dasar argumentasinya dia mengatakan seperti itu. Namun, yang pasti karena acara itu sifatnya forum internasional, apalagi pidato itu diucapkan dalam bahasa Inggris, para hadirin yang sebagian pesertanya adalah orang asing, hanya terlihat mengangguk mengiyakan saja. Tak jelas apa mereka paham atau tidak akan substansinya.

Namun, beberapa waktu kemudian ketika soal ini ditanyakan kepada Guru Besar dan Mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN), Prof DR Azyumardi Azra, dia menjawabnya dengan pernyataan pendek yang disertai senyuman ringan.''Ya mungkin dia terlalu bersemangat saja,'' kata Azyumardi.


Pernyataan ini semakin menggelitik ketika membaca kembali tulisan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 18 September 1982. Dalam tulisan itu Gus secara panjang lebar menulis berbagai kazanah pemikiran Islam hasil karya anak negeri sendiri. Warisan kekayaan intelektual ini merupakan karya para kai kondang yang tersebar di berbagai pesantren, baik itu dari pesantren Jawa maupun luar Jawa.

Gus Dur mengatakan melihat berbagai karya itu, maka dapat disimpulkan bahwa para kyai dan santri yang tersebar di berbagai pondok pesantren itu ternyata tak hanya menggantungkan diri pada teks-teks pemikiran Islam yang dianggap `berasal dari negeri Arab' (padahal pemikiran Islam ini sebenarnya datang dari berbagai penjuru dunia, seperti Afrika Barat, Asia Tengah, dan India.

Dari tradisi pemikiran pesantren itu kemudian mencapai puncaknya dengan munculnya berbagai `ulama tangguh' yang diakui secara internasional oleh dunia Islam di massanya. Sebut saja misalnya, Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mahfudz Termas (Pacitan), Kiai Muhtaram (Banyumas), dan Kiai Ahmad Khatib (Padang), serta Kiai Abdussamad asal Palembang.
Kiprah dan integritas para kiai ini sungguh luar biasa. Mereka itu menguasai dunia keilmuan agama Islam di Makkah selama puluhan tahun, tepatnya disekitar peralihan abad keseimbilan belas hingga ke abad dua puluh.

Gus Dur menulis, pengakuan kepada kedalaman keilmuan para `kiai besar' itu masih terasa hingga kini. Syekh Yassin asal Padang misalnya, mendapat kehormatan untuk menaturalisasi (tajannus) status kewarganegaraannya sebagai warga negara Arab Saudi. Sampai sekarang karya tulis Syekh Yasin ini tersebar dan dijadikan rujukan di seluruh penjuru dunia Islam.

Senasib dengan berbagai karya Syekh Yasin, karya Kiai atau Syekh Nawawi asal Banten juga mendunia. Kitab yang ditulisnya yang membahas mengenai persoalan tauhid (teologi), Nur Al-Dhalam, digunakan sebagai teks dasar pesantren hingga saat ini. Bahkan, sebagai bukti pengakuan akan ketinggian ilmunya, Kiai Nawawi diberi gelar prestisius sebagai `pemuka ulama Makkah dan Madinah (sayid ulama Al-Hijaz). Karya tulis Nawawi yang terkenal lainnya adalah berupa kumpulan pilihan`hadits empat puluh' (Hadits Al-Arba'in). Karya ini dipergunakan sebagai teks dasar bagi siapa pun yang ingin belajar ilmu hadits.

Pemikir Islam `made in' Indonesia yang tak kalah penting lainnya adalah Kiai Ihsan dari Pesantren Jampes (Kediri). Dia menulis kitab Siraj Al Talibin, yang merupakan komentar atas karya klasik Al Ghazali yang ditulis pada periode awal tahun 1000 M: Minhaj Al-`Abidin. Mutu karya yang terdiri dari dua jilid ini bernilai tinggi, sehingga dijadikan buku wajib untuk kajian mahasiswa post-graduate di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir. Buku ini menjadi buku penting dengan materi berisi pembahasan mengenai tasawuf dan akhlak.

Namun, di antara figur tersebut ada sebuah nama pemikir penting Islam Indonesia yang tidak boleh dilewatkan begitu saja, yakni KH Bisri Mustofa dari Rembang (Bisyri Musthafa Al-Rambani). Kiai ini menulis lebih dari dua puluh karya, termasuk sebuah tafsir Alquran yang berjumlah tiga jilid. Sosok pemikir pesantren berikutnya adalah Kiai Misbah b Zain AL-Musfata dari Bangilan, Ahmad Subki Masyhadi dari Pekalongan, dan Asrofi dari Wonosari yang menerjemahkan beberapa teks Islam klasik dan menulis berjilid-jilid tafsir Alquran berbahasa Jawa.

Sedangkan penulis kondang beretnis Sunda yang terkenal sebagai penulis Kiai Ahmad Sanusi dari Sukabumi yang juga menjadi pendiri organisasi Al-Ittihadiyyatul Islamiyah. Dia menulis tafir Alquran. Sedangkan pemikir Islam asal Sumatera diantaranya adalah Akhmad Khatib. Pemikiran dia bahkan sempat menjadi polemik yang menarik pada awal abad ke 20 di mana Indonesai mulai menyemai semangat kemerdekaan secara lebih sistematis.

Selain itu, pemikir Islam asal etnis Minangkabau lainnya adalah Mahmud Yunus dan Abdul Hakim. Keduanya telah menulis sejumlah buku teks dalam bahasa Melayu dan Arab. Beberapa karyanya dijadikan bahan pelajaran di madrasah dan pesantren dan dipelajari secara luas oleh masyarakat.



Geneologi Sejarah Pesantren

Asal usul dan kapan persisnya munculnya pesantren di Indonesia sendiri belum bisa diketahui dengan pasti. Bahkan, peneliti tarekat dan tradisi Islam asal Belanda, Martin Van Bruinessen, menyatakan tidak mengetahui kapan lembaga tersebut muncul untuk pertama kalinya. Namun, memang banyak pihak yang menyebut dengan berpijak pada pendapat sejarawan yang banyak mengamati kondisi masyarakata Jawa, Pigeud dan de Graaf pesantren sudah ada semenjak abad ke 16.

''Namun tidak jelas, apakah semua itu merupakan lembaga pendidikan tempat pengajaran langsung. Karena sebutan `pesantren' (sebuah istilah yang menurut saya baru muncul belakangan), patut dipertanyakan,''tulis Martin dengan mengutip pendapat pakar sejarah, Hoesien Djajadingrat, yang menulis buku mengenai sejarah Banten.

Disamping itu, menurut Martin, banyak penulis yang cenderung mengatakan bahwa keberadaan pesantren sebagai sarana kesenimbanguan dengan lembaga pendidikan pra-Islam, yang muncul dalam desa Perdikan. Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya tetap, karena dengan status sebagai wilayah `bebas pajak kerja rodi' keterkaitan pesantren dengan desa Perdikan itu tampaknya tidak ada sangkut pautnya.

Apalagi, melalui survei pemerintahan kolonial Belanda yang dilakukan pada akhir abad ke-19, ternyata dari 211 desa Perdikan yang ada, ternyata hanya empat desa saja yang penghasilannya diberikan untuk membiayai pesantren. Inilah yang kemudian menguatakan argumenatsi bahwa pesantren berdiri tersendiri dan tidak ada sangkut pautnya dengan adanya desa Perdikan itu.

Dari catatan sejarah, lembaga pendidikan pesantren tertua dadalah Pesantren Tegalsari di Ponorogo, yang didirikan pada tahun 1724. Namun sekitar seabad kemudian, yakni melalui survei Belanda tahun 1819, tampak sekali bahwa pesantren tumbuh dan berkembang secara sangat pesat, terutama di seluruh pelosok Pulau Jawa. Survei itu melaporkan lembaga pendidikan ini sudah terdapat di Priangan, Pekalongan, Rembang, Kedu, Surabaya, Madiun, dan Ponorogo.

Melihat data itu Martin Van Bruinessen yakin bahwa sebelum abad ke 18 atau sebelum berdirinya Pesntren Karang, belum ada lembaga yang layak disebut pesantren. Yang ada hanyalah tempat pengajaran perorangan atau perorangan biasa atau tidak terstruktur.

Pada fakta lain, dalam Serat Centhini, memang sempat disebutkan bahwa tokoh Jayengresmi yanh hidup sezaman dengan Sultan Agung Mataram, yaitu pada paruh Abad ke-17, mempunyai lembaga pendidikan pesantren. Tapi ini diragukan karena serat Centhini baru disusun pada awal abad ke-19. Sedangkan, `klaim' lain bahwa pesantren sudah berdiri sejak ke-16 atau seiring masuknya Islam di Banten sudah ada pesantren yang disebut Perguruan Karang, juga diragukan.


Kisah Tiga Super Star


Dari sekian banyak kiai pemikir itu ternyata ada tiga sosok yang masuk dalam kategori super star. Mereka adalah Syech Nawawi Banten (wafat sekitar 1896-1897 M), Ahmad Khatib dari Minangkabau (wafat 1915), Kiai Mahfuzh dari Termas (wafat sekitar 1919-1920). Semasa hidupnya mereka mampu menjadi intelektual terkemuka di Makkah yang saat itu menjadi salah satu pusat pemikiran agama Islam.

Snouck Hugronye yang pernah cukup lama tinggal di Makkah untuk menyelidiki pengaruh pemikiran Islam di Indonesia, pernah menyebut Syechk Nawawi Banten (lengkapnya Muhammad bin' Umar Nawawi Al Bantani) sebagai orang yang paling dalam pengetahuanya di Makkah namun mempunyai sifat rendah hati. Nawawi juga penulis produktif. Muridnya datang dari berbagai penjuru dunia. Dan karya Nawawi pun hingga kini masih dikaji di seluruh pesantren. Bahkan semua kiai zaman sekarang menganggap dia sebagai nenek moyang intelektual mereka.

Sosok `kiai super' kedua adalah Ahmad Khatib yang berasal dari Sumatera Barat. Dia adalah salah seorang dari Indonesia yang pertama kali mendapatkan izin mengajar di Masjidil Haram dan dijadikan sebagai salah seorang imam di sana. Kehormatan menjadi imam sungguh besar artinya karena jabatan ini biasanya hanya diperuntukan bagi ulama kelahiran Makkah saja.

Sosok Ahmad Khatib juga dikenal sebagai bapak reformasi keagamaan di Indonesia. Dia terkenal menjadi figure pemikir yang berani berpolemik melawan adat suku asalnya (Minangkabau) dan `melawan' pemikiran tarekat Naqsabandiyah (sebuah tarekat yang punya pengikut yang paling banyak di Sumatera Barat). Beberapa kitab hasil pemikirannya masih dipakai di beberapa pesantren hingga sekarang.

Tokoh besar ketiga adalah Kiai Mahfuzh asal Termas. Posisi dia cukup strategis teruama bagi para kiai yang tinggal di Pulau Jawa. Bahkan, sosok Mahfuzh bagi para kiai yang tinggal Jawa lebih dihormati, misalnya bila dibandingkan dengan posisi penghormatan kepada Syech Nawawi dari Banten itu. Figur istimewa dari Mahfuzh semakin dapat dimengerti karena dia merupakan guru pendiri Jamiah Nahdlatul Ulama, yakni KH Hasyim Asy'ari dari Jombang. Posisi inilah yang kemudian dipahami sebagai penyebab tingginya reputasi Kiai Mahfuzh itu.

Mahfuzh sendiri menyelesaikan pendidikannya di bawah bimbingan guru-guru Arab terkenal yang mengajar di Masjidil Haram. Karya dia yang penting adalah berupa empat jilid kitab fiqih yang merupakan komentar atas sebuah kitab saat itu banyak dipakai di Indonesia: kitab Mauhibah Dzawai Al Fadhl yang dicetak di Mesir pada 1315 H/1897-9 M.

Selain itu, Mahfuzh, juga merupakan ulama Indonesia pertama yang mengajarkan kita hadis Shahih Bukhari. Dan setelah tiga ulama ini, hingga kini belum ada ada orang Indonesia yang setara dengannya, misalnya mampu menjadi pengajar agama atau imam di Masjid Al Haram, di Makkah.

Tarekat Khalwatiah Samman Dukung Anto


(28 Apr 2008, Fajar Makassar)
MAKASSAR--Keluarga besar (KB) Tarekat Khalwatiyah Samman Pattene, Maros kemarin bersilaturahmi di rumah pribadi Iriantosyah Kasim DM. Mereka memberikan motivasi pada Iriantosyah Kasim untuk maju di Pilkada Kota Makassar.Ketua Tarekat Khalwatiyah Samman Pattene, HA Sahabuddin Puang Rapi, mengakui kedatangannya ke rumah Anto, panggilan akrab Iriantosyah, karena mendengar kabar sahabat dan kerabatnya itu akan maju di Pilkada Makassar.

“Kami sangat gembira ada keluarga yang ingin maju sebagai pemimpin Kota Makassar,” kata Sahabuddin Puang Rapi. Ditambahkan, kedatangannya bersama rombongan hanya silaturahmi biasa untuk menindaklanjuti kedatangan pertamanya beberapa waktu lalu.

Ia juga mengakui bahwa keluarga besar Tarekat Khalwatiyah Pattene, sangat dekat dengan keluarga Anto.

“Orangtua kami sudah seperti saudara dengan orangtua Pak Anto. Dan kami generasinya, melanjutkan kekerabatan itu dalam berbagai bentuk kegiatan,” terangnya.

Anggota Tarekat Khalwatiyah Samman Pattene lainnya yang hadir, antara lain; HA Abd Karim Puang Nippi, Puang Rewa, Puang Sese, Puang Sau, dan Andi Muhammad AM.
Karena Anto ada keinginan untuk maju, kata Puang Rapi, maka sebagai kerabat dan sahabat dekat pihaknya berkewajiban ikut membantu.

“Kami tidak terlibat dalam politik, tetapi kami memiliki kewajiban moral untuk mendukung calon yang kami anggap mampu,” terangnya. HAM Nasir Puang Sila menambahkan, bila Anto maju maka pihaknya akan memberikan dukungan maksimal. Mulai dari pemasangan baliho, posko pemenangan, hingga penggalangan kekuatan di basis-basis Khalwatiyah Samman Pattene.

“Jumlah jemaah kami kira-kira 30 ribu di Makassar dan tersebar di 14 kecamatan. Mereka rata-rata memiliki pengaruh yang kuat di lingkungannya masing-masing,” katanya. Ia memperkirakan, anggotanya bisa menghasilkan sampai 100 ribu suara untuk Anto.

Sementara HA Sirajuddin Puang Ngile menyatakan apa pun posisi Iriantosyah Kasim, wakil atau walikota, pihaknya siap memberikan dukungan. “Dan, dengan siapa pun Pak Anto berpasangan kami siap mendukung,” tegasnya.

Anto sendiri menyatakan sangat berterima kasih atas dukungan sahabat dan kerabatnya itu. “Sebetulnya pertemuan ini silaturahmi rutin yang kami lakukan sebagai sahabat dan kerabat. Tetapi, karena kebetulan saya punya niat mencalonkan diri sebagai wakil walikota Makassar, mereka datang memberikan motivasi kepada saya,” tandasnya.

Pendamping Ilham

Kandidat Walikota Makassar, Ilham Arif Sirajuddin hampir dipastikan akan menggandeng Supomo Guntur dalam pilkada Makassar, Oktober mendatang. Tetapi Sekretaris DPD Golkar Makassar, Farouk M Betta mengatakan, pihaknya tetap akan mengusulkan tiga nama calon wakil walikota ke DPD Golkar Sulsel.

Tiga nama yang akan diusul itu berdasarkan rating popularitas sesuai hasil survei. Selain Supomo, figur lain yang akan diusulkan adalah Wakil Walikota Makassar Andi Herry Iskandar, dan Kepala Dinas Prasarana Wilayah Sulsel Iriantosyah Kasim.

“Mungkin akan dikirim tiga nama ini ke DPD I. Jika nama-nama tersebut sudah diterima DPD I dan disetujui, maka akan dikembalikan ke Pak Ilham untuk menentukannya sendiri,” jelas Farouk.

Ilham akan menentukan pasangannya 8 Mei mendatang. Walikota Makassar itu mengaku masih membicarakan siapa yang akan menjadi wakilnya. “Syarat calon wakil saya ada dua. Mereka bisa diajak kerja sama dan mampu berpikir untuk kepentingan masyarakat. Jika keduanya dipenuhi, akan saya tunjuk jadi wakil,” kata Ilham.

Untuk pilkada Makassar, Ketua Bappilu DPP Golkar, Andi Mattalatta mewanti-wanti kader beringin di daerah ini untuk solid mengampanyekan Ilham. “Ini merupakan pertarungan partai.

Kalau calon yang diusung partai menang, maka partai yang menikmati. Begitu juga kalau calon yang diusung kalah maka dampaknya akan dirasakan partai,” kata Mattalatta saat menghadiri konvensi Golkar Makassar, Sabtu, 26 April.

Ia pun menguraikan bahwa keran demokrasi internal Partai Golkar yang dibuka beberapa tahun lalu, terbukti tidak membuahkan hasil maksimal. Calon kepala daerah misalnya, tidak mencapai target Partai Golkar. Karena itu, strategi diubah dengan memperketat pencalonan dan mengerahkan seluruh kader untuk memenangkan calon yang diusung partai.

Mattalatta juga menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah ini adalah tangga menuju Pilpres 2009. “Jadi kita harus membuat tangga-tangganya menuju tujuan utama kita memenangkan calon yang diusung pada Pilpres 2009,” jelasnya.

“Pasanglah baliho mendukung Pak Ilham dengan mengikutkan foto. Jadi sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui,” jelas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu. (upi-die)


Said Aqil: Tarekat Diharapkan Kembangkan Upaya Sosial Ekonomi

Rabu, 23 Maret 2005 15:07

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU KH Said Agil Siradj mengungkapkan bahwa untuk lebih mensejahterakan jamaahnya, terekat diharapkan lebih meningkatkan upaya sosial disamping mengurusi dzikir, wirid dan spiritualitas.
Tokoh-tokoh sufi zaman dahulu hidup dalam berbagai profesi dan mereka menjalaninya dengan serius. Ada seorang sufi yang menjadi kepala negara, yaitu Umar bin Abdul Aziz. Ada sufi yang ahli matematik yang malah menciptakan ilmu al Jabar, yaitu Jabar bin Hayyam.
“Ini menunjukkan bahwa aktifitas wirid dan spiritual tidak bertentangan dengan aktifitas ilmu pengetahuan. Dan juga kesan bahwa tarekat sasma dengan kumpulannya orang yang tidak berpendidikan bisa juga terhapus,” tandasnya.
Said Agil mencontohkan ada juga seorang sufi yang kaya. Imam al Junaid mendapat tambahan nama al Qowariri dibelakang namnya karena ia memiliki perusahaan pabrik botol, demikian juga Abu Said al Qorros merupakan pengusaha sutra, serta Fariduddin al Attor sebagai pengusaha parfum,
“Jadi dari ini saja diketahui bahwa para sufi juga pengusaha. Syeikh Abu Hasan as Syadzili, pendiri tarekat syadziliyah merupakan orang kaya. Ia bahkan menanggung muridnya yang sebanyak 6000,” tandasnya.
“Ini menunjukkan bahwa tidak benar tasawuf bertentangan dengan aktifitas duniawiyah. Yang penting bagaimana dunia tidak mempengaruhi hatinya, tidak mempengaruhi sikap moralnya, tegasnya.
Kyai-kyai NU zaman dahulu bisa dikatakan sebagai orang yang, Kyai Hasyim As’yari berprofesi sebagai petani yang kaya, Kyai Wahab dari Surabaya, Kyai Ali Maksum dari Jogja, Kyai Ahmad Siddiq dari Jember, semuanya merupakan kyai yang cukup.
Pada tanggal 27-30 Maret Jam’iyyah Ahlut Thariqat al Mu’tabarah An Nahdliyyah akan mengadakan muktamar ke 10 di Pekalongan. Said Aqil mengungkapkan bahwa sebenarnya tarekat merupakan jaringan yang sangat kokoh dan luas di dalam lingkup Nahdlatul Ulama, malah boleh dibilang jaringan ini lebih kokoh dan lebih luas dari pesantren, tetapi tarekat lebih merakyat, lebih egaliter, lebih mengakar dan lebih kokoh.(mkf)

9 Menteri akan Berbicara di Arena Muktamar Jam’iyyah Ahlith Tarekat

Rabu, 16 Maret 2005 13:57
Jakarta, NU Online
Sebanyak sembilan menteri dan beberapa pejabat tinggi lainnya yang meliputi Kapolri dan jaksa agung dijadwalkan akan mengisi acara dialog dan seminar dalam muktamar Jam’iyyah Ahlith Tarekat al Muktabarah an Nahdliyyah yang ke 10 di Pekalongan Jateng 27 – 30 Maret 2005.
Muktamar dijadwalkan akan dibuka oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono bertempat di depan pendopo rumah dinas pejabat bupati Pekalongan di Kajen pada tanggal 27 Maret sedangkan penutupan pada tanggal 30 Maret akan ditutup oleh Wapres Jusuf Kalla di Pendopo Lama. Jl. Nusantara Pekalongan.
Walaupun kegiatan muktamar dimulai pada tanggal 27 Maret, tetapi pada tanggal 25 sudah terdapat kegiatan yang meliputi pawai taaruf muktamar yang pesertanya terdiri dari pelajar NU, umum dan masyarakat kota Pekalongan berangkat dari Lapangan Jetayu dan finish di alun-alun kota. Selain itu pada hari yang sama juga dibuka dengan pameran dan bazaar di lapangan Mataram.
Selanjutnya pada hari Sabtu, 26 Maret dimulai daftar ulang peserta di pendopo kabupaten Pekalongan Jl Nusantara dan di Gedung Kanzun Sholawat Jl. Dr. Wahidin. Pada malam harinya dilakukan malam taaruf dan istighotsah qubro bagi peserta muktamar bertempat di masjid jami’ Kauman Pekalongan.
Beberapa menteri yang akan turut mengisi dialog dan seminar adalah Menkopolhukam Widodo AS dengan tema “Peran Tarekat dalam Pembinaan Persatuan dan Kesatuan Ummat untuk Tetap Tegaknya NKRI,” yang akan berbicara pada tanggal 27 Maret pukul 19.30 – 21.00
Selanjutnya pada hari Senin, 28 Maret terdapat 4 orang menteri yang akan mengisi seminar yaitu Menteri Agama Maftuh Basuni dengan tema “Optimalisasi Peran Agama dalam Mengatasi Permasalahan Kebangsaan,” Menteri Sosial Bachtiar Chamzah dengan tema “Kebijakan Pemerintah dalam Upaya Pemerataan Kesejahtaraan Masyarakat,” Mendagri M. Ma’ruf dengan tema “Pembinaan Aparatur Pemerintah yang Bersih, Berwibawa, Profesional dan Berakhlakul Karimah,” dan Menteri BUMN Soegiharto dengan tema “Amanat Menyampaikan/Pelayanan hajat Hidup Orang Banyak dalam Pemberdayaan Ekonomi Ummat.”
Pada hari Selasa, 29 Maret, sebanyak empat menteri dijadwalkan mengisi seminar lanjutan yang meliputi Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dengan tema “Pendekatan Keagamaan dalam Menciptakan Perdamaian Dunia,” Menteri Pertambangan dan Energi Purnomo Yusgiantoro dengan tema “Pendekatan keagamaan dalam Upaya Melestarikan Lingkungan dan Sumberdaya Alam,” Menko Kesra Alwi Shihab dengan tema “Ahlith Thariqat dalam Upaya Pemberdayaan Ekonomi Ummat” dan Mendiknas Bambang Sudibyo dengan tema “Kebijakan Pemerintah dalam Pemberdayaan Pendidikan Nasional yang Berbasis Pada Keimanan, Ketaqwaan dan Akhlaqul Karimah.”
Pada hari Rabu, 30 Maret diadakan dialog dengan Kapolri Dai Bachtiar dengan peran “Peran Ahlith Thariqat dalam Penanggulangan PEKAT” serta dialog dengan Kepala Kejaksaan Agung RI Abdurrahman Saleh dengan tema “Peran Ahlith Thariqat dalam Menegakkan Hukum dan Keadilan di Indonesia.”
Persidangan dalam muktamar akan dibagi dalam lima komisi yang meliputi Komisi Diniyah Thariqiyah, Komisi Fiqhiyah, Komisi Organisasi dan AD/ART, Komisi LPJ dan Program Kerja serta Komisi Rekomendasi dan Tausiyah. Jadual lengkap kegiatan muktamar dapat dilihat di bagian Agenda NU Online.(mkf)

Panitia Muktamar Jam’iyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah diterima Wapres

Jumat, 25 Februari 2005 11:25
Jakarta, NU Online
Rombongan Panitia Pelaksana Muktamar Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah ke 10 yang terdiri dari KH Habib Mohammad Lutfi Ali Yahya Pekalongan dan Drs. HM. Chabib Thoha, MA melakukan audiensi dengan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla untuk melaporkan persiapan pelaksanaan muktamar semalam (24/02) di rumah dinas wapres Jl. Diponegoro.
Pertemuan tersebut sekaligus untuk mengundang wapres dalam acara penutupan muktamar yang akan diselenggarakan mulai tanggal 27 Maret – 2 April 2005 yang bertempat di kota Pekalongan Jawa Tengah. Ketua Panitia HM Chabib Thoha mengungkapkan bahwa presiden SBY direncanakan akan membuka pelaksanaan muktamar tersebut.
Kakanwil Depag Jateng tersebut juga mengungkapkan bahwa muktamar kali ini tidak ditempatkan di pesantren dan menyatu dengan masyarakat langsung. Para muktamirin akan ditempatkan di rumah-rumah penduduk. “Sudah 1500 rumah yang bersedia menampung muktamirin dan setiap rumah rata-rata bersedia menampung 5 orang serta 700 mobil yang siap dipinjamkan untuk kepentingan muktamar dari warga Pekalongan dan sekitarnya. Ini merupakan pesta rakyat untuk tarekat” ungkapnya.
Untuk acara-acara persidangan kegiatan resmi muktamar lainnya akan ditempatkan di gedung pemerintahan di Kota Pekalongan, Kab. Pekalongan dan Kab. Batang.
Beberapa kegiatan penunjang juga dilakukan seperti seminar di STAIN Pekalongan dengan tema “Peranan Tarekat dalam Mengatasi Persoalan Bangsa dan Negara.” Untuk memeriahkan acara tersebut juga dilakukan bazaar yang diikuti oleh 35 kabupaten dan kota di Jawa Tengah serta para pengusaha.
“Dalam bazaar ini, panitia tak mengambil keuntungan, tetapi mereka diwajibkan memberikan souvenir tentang tarekat, terserah bentuknya sebagai salah satu bentuk sosialisasi tarekat,” tambahnya.
Selain itu juga terdapat kuis yang bisa diikuti oleh peserta mulai dari SD/MI, SMP/Madrasah Tsanawiyah, SMU/Madrasah Aliyah dan umum.
Peserta muktamar terdiri dari idarah syu’biyah (pengurus cabang), idarah wustho (pengurus wilayah) dan idaroh aliyah (pengurus besar). Saat ini sudah terdapat 170 cabang dan 17 pengurus wilayah yang sudah memiliki SK. “ini menunjukkan bahwa masih banyak warga NU yang belum mengikuti tarekat,” tandasnya.(mkf)

Muktamar Tarekat NU Mungkin akan Bentuk Majelis Iftaq

Jumat, 4 Maret 2005 14:21
Jakarta, NU Online
Muktamar Jam’iyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah ke 10 yang akan dilaksanakan pada 27 Maret –2 April 2005 di Pekalongan Jateng akan membahas berbagai persoalan penting dalam komunitas tarekat. 
“Salah satu hal penting adalah kemungkinan dibentuknya majelis iftaq untuk menampung musyid dari berbagai aliran tarekat dalam satu cabang karena selama ini dengan hanya melibatkan pengurus struktural, keterlibatan mursyid tersebut kurang maksimal,” tandas Ketua Panitia Muktamar Chabib Thoha kepada NU Online beberapa waktu lalu.
Ditambahkannya bahwa saat ini hubungan antar negara Islam lebih didominasi dengan hubungan yang bersifat politik. Karena itu, ke depan tarekat diharapkan dapat membina hubungan persaudaraan Islam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama.
“Aspek penting lainnya yang mungkin dibicarakan adalah bagaimana menilai kelayakan seorang mursyid, bagaimana silsilahnya, dan faktor lainnya. Hal ini termasuk menyangkut apakah buku-buku tentang tarekat yang dibaca oleh para jamaah sudah benar, bagaimana dengan buku terjemahannya,” tandasnya
Karena sistem hubungan antara guru dan murid yang berbeda dengan organisasi biasanya dimana murid tarekat sangat mematuhi perintah mursyidnya, Chabib Thoha mengungkapkan adanya usulan perubahan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) sebelumnya yang mana anggota lebih banyak menentukan.
Selanjutnya dalam rancangan tata tertib pemilihan ketua, direncanakan tidak dilaksanakan secara langsung oleh cabang, tetapi menggunakan sistem formatur. Terdapat 7 formatur yang dibagi berdasarkan wilayah, yaitu 1 orang mewakili Sumatra, 1 orang untuk Kalimantan, Sulawesi, dan Irian, 1 orang untuk Bali, NTT dan NTB, 1 orang Jawa Timur, 1 orang Jateng dan DIY, 1 orang Jawa Barat, dan 1 orang Banten dan DKI. (mkf)

Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah Berupaya Mempersatukan Kembali Warga NU Sumbar

Selasa, 22 November 2005 19:47
Jakarta, NU Online
Di antara sekian organisasi keislaman hanya NU yang paling gigih menghidupkan amalan tarekat, karena itu sampai saat ini gerakan tarekat menjadi sangat luas, yang itu kemudian dihimpun dalam Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah. Organisasi yang dipimpin KH Habib Luthfi itu kemarin melantik Pengurus Wilayah Thariqah NU Sumatera Barat (Sumbar) periode 2005-2009 yang baru terbentuk.
Pelantikan itu sangat bersejarah karena ditempatkan di makam Syeh Burhanuddin di Ulakan, ulama penyebar Islam Minangkabau abad ke 17, murid dari Syah Kuala dari Aceh. Pemilihan tempat itu ditentukan sendiri oleh Habib Luthfi yang berupaya menyambungkan Tarekat NU dengan guru awalnya yakni Syeh Burhanuddin yang adalah seorang guru besar tarekat yang pengaruhnya menyebar hingga ke Jawa.
Dalam sambutannya Habib Luthfi mengatakan bahwa pengembangan tarekat saat ini disamping memiliki tujuan spiritual, tetapi juga harus dikaitkan dengan upaya membangun mental bangsa. Bangsa ini hanya akan aman dan sejahtera bila dikembangkan melalui perspektif tarekat atau tasawuf, sebagaimana yang pernah dilakukan syekh Burhanudin di masa lalu.
Saat ini tarekat berkembang sangat besar di kalangan masyarakat Sumatera Barat, walaupun paham Wahabi pernah menghancurkan gerakan ini karena dianggap sesat dan khurafat. Ttetapi karena telah melekat di hati masyarakat, maka terus berkembang. Jama'ah tarekat terbesar adalah Naqshabandiyah dan Sattariya, sedangkat tarekat yang lain seperti samaniyah, tijaniah ada tetapi pengikutnya sedikit.
Upaya Nahdlatul ulama yang gigih dalam memperjuangkan eksistensi tarekat itu mendapat simpati dari kelompok lain sehingga tarekat memiliki posisi yang sangat terhormat. Mengingat jasa NU dalam mengelola kelompok tasawuf itu, maka banyak kalangan tarekat dari kelompok lain termasuk dari Perti yang menggabungkan diri dalam thariqat Annahdliyah ini. Mereka yang bergabung bukan awamnya malah dimulai dari para mursyidnya, yang selama ini berafiliasi ke Perti, sehingga sekarang banyak yang menjadi pengurus Thariqah Nahdliyah. Demikian menurut keterangan Bagindo Muhammad Letter Rais Am Idarah Wustho Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah Sumbar kepada NU Online.
Bahkan kegiatan Thariqat itu juga dilanjutkan dengan ziarah ke beberapa makan para wali yang ada di sana seperti ke makam Syeh Abdurrahman Batu hampar, ke makan Syeh Sulaiman Arrasuli dan sebagainya. Mereka itu menurut Habib Luthfi yang memimpin rombongan itu, ibarat Walisongo yang ada di Jawa yang jasanya sangat besar dalam menyebarkan Islam di tanah Sumatera, karena itu selayaknya mereka diziarahi, sebagai bentuk rasa hormat atas jasa mereka.
Selanjutnya dikatakan Bagindo Letter dalam sambutannya bahwa penempatan kegiatan Thariqot NU di Makam Syeh Burhanuddin Ulakan itu, di samping untuk mengenang jasa beliau, juga  memang dimaksudkan untuk menjamiyahkan masyarakat thariqat, memang secara kultural mereka adalah ahlussunnah-Nahdliyah, tetapi mereka tidak berorganisasi NU, maka melalui jamiyah thoriqah NU ini mereka secara institusional di NU kan. Dan diluar dugaan mereka secara terbuka menerima ajakan itu, karena mereka merasa difasilitasi dan dilindungi oleh NU. (ltn)

Ribuan Jamaah Ikuti Dzikir Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah di Jakarta


Senin, 11 Agustus 2008 08:21
Jakarta, NU Online
Ribuan Jamaah Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah mengikuti acara dzikir akbar di halaman gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Ahad (10/8) kemarin.

Para jamaah berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) ditambah jamaah ziarah Wali Songo dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, serta jamaah tarekat dari Malaysia dan Singapura.

Acara dzikir akbar dimulai dengan doa istighotsah dan kemudian diteruskan dengan membaca surat Yasin. Puncak acara dzikir adalah pembacaan kitab Manaqib Syeikh Abdul Qadir Jailani yang dibacakan dengan indah, lalu dilanjutkan tahlil dan pembacaan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Sedianya acara dzikir akbar Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah di Jakarta selalu dipimpin oleh Syeikh KH Asrori Al-Ishaqi namun karena mursyid (guru besar) tarikat ini ini sedang sakit dan dirawat di Surabaya maka pimpinan dzikir diwakilkan kepada KH Hilmi Basaiban.

Ketua Jamaah Alkhidmah Jakarta Yaumi Azhar SH, LLM, mengatakan pada acara dzikir akbar kali ini panitia mengumpulkan 16.000 nasi bungkus dan 600 dus air kemasan dari jamaah Jabodetabek.

Jamaah Alkhidmah adalah organisasi yang menyelenggarakan kegiatan Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah di berbagai tempat di Indonesia, Malaysia dan Singapura.

”Kita datang ke sini untuk memanjatkan doa kepada Allah SWT agar dilindungi dan diselamatkan dari segala musibah. Kita di sini tidak berkumpul tanpa membeda-bedakan status sosial,” kata Yaumi Azhar.

Jamaah Alhidmah Jabodetabek tersebarat di 18 wilayah daerah kota dan selalu menyelenggarakan kegiatan dzikir rutin. Di gedung LIPI dan sekitarnya kegiatan dipimpin langsung oleh Prof. DR. Sofyan Tsauri, mantan direktur lembaga ilmu pengetahuan paling bergengsi di Indonesia itu.

Pada kesempatatan itu kepala biro Askesnas Dr. Sukanta mewakili Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan, pembangunan yang dilakukan di Jakarta tidak hanya meliputi bangunan fisik dan material, tetapi juga mental dan spiritual.

”Warga DKI hendaknya memahami program yang dicanangkan oleh pemerintah DKI dengan mengikuti kegiatan-kegiatan dzikir seperti ini,” katanya. (nam)

Jamaah Tarekat Naqsabandiyah Dukung JK-Wiranto


Selasa, 9 Juni 2009 17:43
Jakarta, NU Online
Jamaah Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah mendoakan agar calon presiden Jusuf Kalla memenangkan Pemilu Presiden 2009.

"Kami tadi mendukung dan mendoakan agar JK terpilih pada Pilpres 2009 mendatang," ujar Ketua Umum Yayasan Attarbiyah sekaligus Juru Bicara jemaah Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah, Helmi Basyaiban, usai bertemu JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (8/6/2009).

Helmi optimis jika jamaahnya yang beranggotakan 500 ribu orang akan mendukung pasangan nomer tiga ini.

"Karena dalam jamaah Tarekat hanya ada satu komando, kalau pimpinan kami sudah bilang pilih pasangan ini, maka secara otomatis semua akan pilih," terangnya.

Mengenai dukungan ini, Helmi mengaku JK tidak memberikan janji apa-apa. "JK hanya bilang, doakan saja," pungkasnya. (okz)