Jumat, 28 Desember 2007 Dari Temu Alumni Pesantren Futuhiyyah (2-Habis)
PAGI-PAGI sekali masyarakat dari berbagai daerah sudah berduyun-duyun ke pesarean Mbah Dur (KH Abdurrahman bin Qasidil Haq). Di tempat itu juga terdapat makam KH Ahmad Muthohar, KHMS Lutfil Hakim dan KH Abdurrahman, KH Mohammad Ridlwan dan lain-lain.
Mereka yang kebanyakan mursyid dan santri thoriqoh Qadiriyah Naqsabandiyah secara bersama-sama langsung menggelar tahlil dan yasin. Seolah-olah batu nisan di tempat itu tidak terlihat lagi saking padatnya oleh kerumunan manusia yang berkirim doa.Mendekati azan zuhur, upacara haul Mbah Dur baru dimulai. Diawali dengan laporan Ketua Alumni KH Abdullah Adib Masrukhan Lc dan sambutan pengasuh pondok KH Hanif Muslih Lc. Sedang tausiyah disampaikan KH Tefur Mawardi dari Purworejo.
Gubernur Ali Mufiz pada kesempatan itu mengingatkan pentingnya keberadaan pondok pesantren dijaga. ''Pesantren ini sebagai benteng penjaga akhlak dan moral,'' tegas Ali Mufiz. Pendidikan agama yang diberikan di lembaga pendidikan menurutnya, porsinya sangat terbatas. Di pondok pesantrenlah penempaan akhlak dan kepribadian maksimal bisa dilakukan.
Menurut Gus Adib, Mbah Dur lahir di Kampung Suburan, Mranggen Demak tahun 1872M. Dialah yang melahirkan ulama besar KH Muslih yang tidak lain ayah KH Hanif Muslih. Mbah Dur pernah menjadi santri Kiai Sholeh Darat Semarang, KH Ibrahim Brumbung Mranggen.
Dari kiai inilah Mbah Dur mengaji ilmu Thoriqoh Qadiriyah Naqsabandiyah. Bahkan ia diwisuda menjadi khalifah thoriqoh setelah lulus ujian.
Dalam buku sejarah Futuhiyyah disebutkan, suatu hari Kiai Ibrahim berkata, ''Barang siapa yang nanti tidak batal shalatnya maka dialah yang berhak menyandang khalifah''. Benar juga, pada saat shalat jamaah berlangsung, para santri melihat ular besar merayap dari simbah KH Ibrahim menuju para santri yang jadi ma'mum.
Mereka lari tunggang-langgang dan otomatis batal shalatnya. Kecuali Mbah Dur yang tetap khusyuk meneruskan shalat sampai selesai. Akhirnya dialah yang diwisuda menjadi khalifah thoriqoh. Ia meninggal pada 20 zulhijjah 1360H (tahun 1941M) dalam usia 70 tahun.
Orang Mranggen
Pada kesempatan itu Kiai Hanif mengumumkan pengurus alumni Futuhiyyah masa hidmah 2007-2012 (Ittihadu Khirriji Futuhiyyah). Sayangnya pada jajaran pengurus inti (harian) diisi orang-orang Mranggen. Sedang alumni yang jauh tempat tinggalnya seperti di Samarinda, Pontianak, Jakarta, Lamongan, Sidoarjo, Ciamis, Sumatra dan lain-lain ditempatkan sebagai koordinator wilayah dan bidang-bidang.
Nama-nama alumni seperti Dr KH Taufiq Prabowo Lc DEA Malang, Prof Dr Muhibbin Noor MA, Dr KH Ahmad Munif MA, Prof Dr Qodry Azizy MA, Prof Dr Masykuri Abdillah MA dan lain-lain berada di posisi Dewan Pakar. Menurut Gus Munif pertimbangan rapat formatur menempatkan orang-orang Mranggen di pengurus harian karena latar belakang kepraktisan saja dan tidak membebani tugas alumnus yang punya kesibukan masing-masing. ''Sumbang pikiran dan komunikasi tetap kami butuhkan dan kami harapkan,'' tuturnya.
Karena Futuhiyyah sebagai peninggalan KH Abdurrahman bin Qasidil Haq dan KH Muslih Abdurrahman telah berkembang pesat menjadi lembaga pendidikan yang bermanfaat bagi masyarakat, para alumni diharapkan terus memberikan kontibusi untuk pengembangan Futuhiyyah ke depan. (Agus Fathuddin Yusuf-16)
No comments:
Post a Comment