Tuesday, December 1, 2009

Mujahadah Terasa di Padang Arafah

 


Line

SM Rabu, 4 September 2002

  • Persiapan Pembangunan Masjid Agung Jateng

MUJAHADAH: Dalam satu minggu mulai pukul 01.00 dini hari, sekitar seratus jamaah Mujahadah Asmaul Husna pimpinan KH Drs Amjad AlHafiz BSc bermujahadah di calon lokasi Masjid Agung Jateng.(Foto:Suara Merdeka/B13-15j)


MUJAHADAH- istighotsah, Lailatul Ijtimak, pengajian atau permohonan doa kepada Allah secara berjamaah, pada umumnya dilakukan sesudah Salat Magrib atau Isya. Tetapi, lain untuk persiapan pembangunan Masjid Agung Jawa Tengah. Mujahadah dilakukan pada tengah malam hingga menjelang pagi.
''Membangun masjid, apalagi dengan ukuran luar biasa besar dan biaya miliaran rupiah, tidak hanya dibutuhkan persiapan fisik saja tetapi juga persiapan batin. Maka kami sowan ke para kiai dan habib yang tingkatannya lebih dekat dengan Allah, bagaimana sebaiknya persiapan secara batin kami lakukan sebelum memulai membangun masjid,'' ungkap Kakanwil Depag Jateng Drs HM Chabib Thoha MA, Selasa dini hari kemarin.
Dalam satu minggu, sejak Kamis (29/8) hingga Kamis (5/9) malam besok, sekitar seratus orang jamaah Mujahadah Asmaul Husna pimpinan KH Drs Amjad AlHafidz BSc melakukan tirakatan di calon lokasi Masjid Agung Jawa Tengah. Tepatnya di atas hamparan tanah 10 hektare di Jalan Gajah, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Gayamsari, Semarang.
Sekitar pukul 24.00 para jamaah mulai berdatangan. Mereka membawa karpet, tikar, dan sajadah. Sejumlah pejabat dari Kanwil Depag dan Pemprov juga menjadi jamaah mujahadah. Tak ada lampu atau lilin. Agar tidak keliru memakai sandal orang lain, beberapa orang membawa lampu senter. Lokasi itu terletak di tengah-tengah sawah yang ditanami kangkung dan pohon pisang.
Suasana betul-betul hening, sepi, dan sunyi. Pandangan ke atas langit terlihat bulan dan bintang.

''Pandangan bebas tidak terhalang pepohonan. Persis seperti di Padang Arafah saat jamaah haji wukuf,'' tutur Drs H Mudzakir Ali MA dari Universitas Wahid Hasyim (UWH) yang turut menjadi jamaah mujahadah. Suara katak bersahut-sahutan dan jangkrik menambah suasana benar-benar alami.
Umumnya mereka memakai jaket atau pakaian tebal. Paling tidak kepalanya dibalut kain surban seperti yang dilakukan Chabib Thoha dan Wahuri Muchtar dari Kanwil Depag. Saat melakukan salat dan doa, terpaan angin memang sangat terasa. Akibatnya, yang tidak memakai pakaian tebal akan merasa kedinginan sampai menusuk tulang.
Asmaul Husna
Karena gelap, dari kejauhan tidak tampak kumpulan orang. Yang terdengar hanya suara koor, ''La ilaha Illallah, la ilaha illallah'' berkali-kali. Tirakatan diawali dengan Salat Tobat dua rakaat. Dilanjutkan Salat Hajat juga dua rakaat.
Setelah istirahat sejenak, membaca tasbih, subhanallah, dan takbir, Allahu Akbar, masing-masing 33 kali. Kemudian membaca Asmaul Husna sesuai dengan jumlah nama Allah 99 kali, bismillahirrahmanirrahim 12.000 kali, dan membaca Surat Al-Fatihah 41 kali.
Sebelum itu, Drs HM Chabib Thoha MA memaparkan kepada jamaah maksud kegiatan ritual tersebut. ''Ada empat kelompok orang yang betah melek malam,'' ungkapnya. Pertama, orang yang mencari nafkah sampai larut malam, seperti tukang becak, dan penjual makanan atau minuman. Kedua, orang yang suka keplek atau judi. Umumnya mereka berjudi pada malam hari. Hampir sulit ditemui perjudian pada siang hari. Ketiga, maling atau pencuri. Kelompok yang keempat, mereka yang melakukan asahr ilallah, orang-orang yang bangun malam berdoa, membaca wirid, zikir, dan Asmaul Husna.
Jamaah di saf belakang berbisik-bisik, ''Kelompok yang betah melek kurang satu. Itu lo cilik-cilik betah melek alias ciblek yang dikejar-kejar petugas tibum''.
Chabib mengutip ajaran salah satu Kitab Tarekat, Arkanul Wusul Ilallah Arba'un (Empat Jalan untuk Mendekatkan Diri Kepada Allah). Pertama, assahr atau melek bengi (tidak tidur pada malam hari). ''Orang-orang zaman dulu suka mandi kungkum di kali tengah malam dengan tujuan agar tidak ngantuk.'' Kedua, al-ju' atau lapar. Orang-orang tua sering melakukan ritual puasa seperti ngebleng atau mutih. Ketiga, asshumtu atau tapa mbisu tidak mau bicara. Keempat, al-halwat atau menyendiri. ''Ada yang dengan jalan bertapa atau mengasingkan diri.'' Jamaah mujahadah itu baru berakhir sekitar pukul 04.00 saat ayam jantan di sekitar tempat itu bersahut-sahutan berkokok.(Agus Fathuddin Yusuf-60j)

No comments:

Post a Comment