Wednesday, December 2, 2009

Aceh Poros Utama Peradaban Islam

Serambi Indonesia 11 August 2009, 08:11 Kutaraja Administrator

BANDA ACEH - Aceh merupakan poros utama peradaban Islam di Indonesia. Buktinya, banyak karya intelektual dari sini tersebar ke berbagai daerah di nusantara serta berbagai penjuru dunia. Hal ini dikatakan Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman, saat mempresentasikan makalahnya pada Seminar Budaya Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) Ke-5 di Gedung Activity Academic Centre (AAC) Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, Senin (10/8).

Ia mengatakan, identitas Aceh sebagai poros utama tradisi intelektual Islam Indonesia terletak pada kebesaran ulamanya. Karya ulama Aceh disusun dalam database naskah Islam Indonesia. Oman mengatakan, pada tahun 2008, Puslitbang Lektur Keagamaan dan PPIM UIN Jakarta menyusun database tersebut. Tujuannya, untuk memberikan informasi pentingnya tradisi intelektual Islam Indonesia pada dunia. Salah satu karya intelektual yang menyebarkan tradisi peradaban Islam yakni Tarekat Syattariyah. Tarekat dimaksud disusun ulama Aceh oleh Syaikh Abd al-Ra’uf ibn Ali al-Jawi al-Fansuri (1615-1693), atau lebih dikenal dengan Abdurrauf al-Singkili atau Syiah Kuala. Tarekat Syattariyah itu kemudian menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia. Penyebarannya dilakukan dua murid utama Syaikh al-Singkili yaitu, Syaikh Burhan al-Din Ulakan dari Minangkabau dan Syaikh Abd al-Musyi dari Pamijahan, Jawa Barat. Tarekat ini berupa kumpulan naskah kuno. Sebagian tersimpan cukup baik di lembaga-lembaga. Tapi, sebagian lagi tercecer tanpa perawatan di tangan masyarakat. “Karya-karya ulama Aceh masa lalu tersebu saat kini terabadikan dalam naskah kuno tulisan tangan,” imbuhnya. Karena dimakan usia, naskah kuno itu telah berubah menjadi benda cagar budaya bangsa Indonesia.

Ia menyimpulkan, naskah-naskah kuno tersebut menyimpan identitas budaya dan kejayaan Aceh masa lalu. Tapi, dia menyesalkan banyaknya naskah kuno yang terabaikan keberadaannya. Bahkan, ada yang telah dimakan rayap, terutama yang tersimpan di tangan-tangan masyarakat. “Jika kelak khazanah naskah kuno tersebut musnah sama sekali, niscaya bukan hanya masyarakat Aceh yang kehilangan salah satu identitas budaya dan mata rantai masa lalunya. Namun juga, bangsa Indonesia secara keseluruhan,” kata Oman seraya menyarankan semua pihak untuk segera melakukan upaya pemeliharaan, pelestarian, dan penelitian naskah-naskah kuno tersebut.

Sumber inspirasi
Sebelumnya, Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, mengatakan, dalam budaya Aceh, meunasah dan masjid adalah sumber inspirasi yang berkembang dalam teritorial gampong dan mukim. Meunasah sebagai pencerminan pembangunan ‘nilai-nilai adat’ dan masjid sebagai pencerminan pembangunan ‘nilai-nilai islami’. “Integrasi kedua nilai inilah melahirkan nilai primer adat antara lain aqidah islami, persatuan dan kesatuan, serta keteladanan,” ujar Wagub saat membuka seminar budaya tersebut.

Di samping itu, lanjut Nazar, budaya Aceh penuh nilai-nilai dan semangat untuk damai seperti yang pernah diwujudkan dalam kehidupan masyarakat Aceh masa lalu. Bahkan, kata Wagub, penyelesaian sengketa juga menjadi arena bagi adat untuk menjalankan perannya. “Banyak kasus dalam masyarakat yang diselesaikan secara adat,” katanya seraya menyatakan upaya Pemerintah Aceh menghadirkan qanun tentang perangkat gampong juga menjadi bagian dari upaya melestarikan budaya Aceh.

Ia mengatakan, dengan sikap perilaku nilai-nilai budaya adat maka setidaknya memberi kejelasan kepada kita bahwa peranan lembaga-lembaga adat dan fungsionaris adat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pembinaan kultur dan struktur budaya Aceh. Ia mengharapkan hasil dari seminar itu akan jadi pijakan bagai Pemerintah Aceh dalam upaya melestarikan budaya Aceh dari sekarang hingga masa yang akan datang.

Kunjungi
Usai membuka seminar budaya yang akan berlangsung hingga hari ini, Wagub mengunjungi Meseum Aceh serta Pustaka dan Meseum Ali Hasjmy. Di Meseum Aceh, Wagub Nazar melihat berbagai literatur Islam dan budaya Aceh yang dipamerkan dalam rangka PKA Ke-5 seperti kitab-kitab kuno dan barang-barang peninggalan Kerajaan Aceh masa dulu. Hal yang sama juga dilakukan Wagub juga melihat berbagai naskah, kitab, dan benda-benda bersejarah lainnya hasil koleksi pribadi almarhum Ali Hasjmy.

Disela-sela kunjungan ke Pustaka dan Meseum Ali Hasjmy yang berada di Jalan Sudirman Banda Aceh, Wagub kepada wartawan mengatakan, meseum dan pustaka merupakan tempat penting untuk melestarikan adat dan budaya. Karena itu, ia mengimbau semua lapisan masyarakat Aceh untuk membangkitkan kembali budaya mengunjungi meseum dan pustaka. Dengan begitu, masyarakat terutama generasi muda juga akan tahu bagaimana adat dan kebudayaan Aceh masa dulu untuk ditransformasikan dalam kehidupan sehari-hari.(aza/jal)

No comments:

Post a Comment