Thursday, November 19, 2009

Dari Debu Menuju Tuhan

Sekelompok penganut tasawuf asal AS berdakwah di Indonesia. Mereka melantunkan zikir, selawat, dan puisi sufi melalui musik.
Burung-burung itu terbang ribuan kilometer mengarungi beragam kesulitan dan kepedihan, mencari sang simurg. Tak sedikit yang mengurungkan per-jalanan, selain yang mati dalam perjalanan. Burung-burung yang selamat pun akhirnya terbakar hangus karena pesona dan kecintaannya kepada simurg. Kini, burung-burung yang dilukiskan penyair sufi Fariduddin Attar dalam Mantiqut Thair (Musyawarah Burung) itu menjelma dalam Kelompok Debu. Mereka adalah kelompok sufi pimpinan Syaikh Fattaah, 60 tahun, pria asal Amerika Serikat yang mengembara menyiarkan Islam dengan bernyanyi, berzikir, dan berselawat. Pekan ini, mereka akan tampil di sebuah stasiun televisi di Indonesia, menyambut perayaan Idul Adha. Kelompok Debu terdiri dari enam keluarga. Jumlahnya mencapai 54 orang. Semuanya berkewarganegaraan Amerika Serikat, kecuali tiga orang yang berasal dari Inggris, Swedia, dan Malaysia. Mereka datang secara bertahap ke Indonesia sejak tahun 1999 lalu berdasarkan ilham yang diterima Syaikh Fattaah, yang masuk Islam ketika berusia 35 tahun. Menurut Najib Ali, anggota asal AS yang berkulit hitam, Koordinator Kelompok Debu, hijrahnya kafilah ini tidak semata karena ilham pemimpin mereka, tapi juga keinginan untuk menjalankan kehidupan dan pencarian spiritual mereka dengan lebih tenang dibandingkan dengan di negeri asal. Sebab, menurut Najib, kehidupan di Amerika cenderung membuat orang jauh dari nilai-nilai rohani. "Kami tidak ingin beroleh dunia. Kami ingin mengejar kehidupan akhirat," katanya. Indonesia, menurut mereka, sesuai dengan dambaan selama ini, sebuah tempat di mana mereka bisa melaksanakan ajaran sufinya serta berdakwah secara damai. Dakwah yang dilantunkan lewat nyanyian dan musik sufi merupakan ajaran Syaikh Fattaah yang digubahnya sendiri. Syair-syair dalam beragam bahasa ini—mulai bahasa Arab, Inggris, Spanyol, Parsi, sampai Indonesia—bertutur tentang cinta dan kerinduan terhadap sang Kekasih Sejati, Allah, sebagaimana burung-burung Attar merindukan simurg, raja dari segala burung. Sebagian syair dikutip dari puisi ahli tasawuf terkenal, Jalaluddin Rumi, Hamzah Fansuri, ataupun Al-Syirazi dari Persia. Menurut Syaikh Hussain, asal Malaysia, salah seorang penggubah syair bersama Fattaah, Intisari ajaran tasawuf yang diajarkan tarekat mereka ada dua perkara, yaitu membersihkan hati serta upaya untuk mengenal nafsu pribadi. "Bukankah hadis mengatakan, siapa yang mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya?" kata pria berwajah tenang dan berjanggut panjang ini. Ajaran tasawuf Kelompk Debu sendiri bersumber dari tiga tarekat, yakni Syadziliyah, Rufa'iyah, dan Cistiyah. Syaikh Fattaah mendapat izin dari ketiga guru tarekat tersebut untuk mengembangkan ajarannya. Ajaran ini jika dituturkan sebagaimana pengajaran agama lazimnya akan sangat membosankan. Maka, dipilihlah sebuah cara yang mudah serta mampu menarik banyak orang, yaitu musik dan syair. Lagu, diakui Syaikh Hussain, merupakan bentuk paling mudah untuk melakukan pengulangan ajaran tasawuf. Apalagi jika ia dinyanyikan dengan suara merdu serta musik yang tidak biasa. Sejumlah alat musik seperti biola, sitar, dan tetabuhan mengiringi syair mereka. Majelis Ulama Indonesia memberikan award kepada kelompok ini sebagai "terpuji terbaik pertama" dalam acara syiar Ramadan yang dilaksanakan pada 10 Januari 2002 lalu Irama musiknya merupakan campuran antara musik Persia dan Arab, bahkan kadang terdengar irama jazz, di samping irama tradisional di negara-negara yang pernah dikunjungi Syaikh Fattaah Maka, bertuturlah Debu tentang kerinduannya kepada Allah melalui syair Allah, Hati Memanggil-Mu ataupun ajakan untuk kembali kepada Allah dan rasulnya lewat syair Marilah Kita Kembali. Syair-syair semacam itulah yang beberapa saat lalu sempat memukau ratusan penonton yang memenuhi auditorium IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ketika Debu tampil. Mereka diajak masuk ke sebuah dunia yang diisi kemabukan, kerinduan, dan kecintaan akan sang Pencipta. Bagi syaikh dan para pengikutnya, jalan tasawuf dipilih karena, dengan ajaran sufi, di sinilah mereka beroleh Islam yang hakiki. Sebab, menurut Syaikh Hussain, inti ajaran Islam itu terbagi menjadi tiga, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Ajaran sufi, menurut dia, merupakan pengejawantahan konsep ihsan dalam Islam. "Di sini tempatnya kedamaian, kecintaan, dan kerinduan," ujarnya. Kerinduan itu dilebur Debu lewat syair dan musik. Sebagaimana seorang penyair sufi, Syaikh Muhammad Ibn Al-Habibi pernah bertutur, "Seluruh alam semesta ialah debu yang wujudnya dipinjam dari Mahawujud Sejati."  
 
Majalah Tempo 18 Februari 2002/Agus Hidayat

No comments:

Post a Comment