KH Nasihin disebut-sebut sebagai satu dari sekian banyak kiai yang menjadi penasihat spiritual SBY. Dia mengaku telah membaiat SBY sebagai pengikut tarekat Tijaniyah. Katanya, dia pula yang menjodohkan SBY dengan Jusuf Kalla.
DI dusun terpencil Selempung, Kecamatan Dukuhseti, Pati, Jawa Tengah, tinggal seorang kiai muda yang karismatik. Dialah KH Ahmad Khairun Nasihin, 40 tahun, guru tarekat yang punya ratusan murid. Sejumlah pejabat tinggi di Jakarta --dari direktur BUMN hingga menteri-- disebut-sebut menjadi murid Kiai Nasihin.
Seorang di antara mereka terdapat nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), calon presiden terpilih. "Saya memang dekat dengan Pak Bambang. Dia murid saya," kata Kiai Nasihin. Selain itu, Kiai Nasihin juga beken di kalangan para kiai dan guru tarekat yang tergabung dalam Jam'iyah Ahli Thoriqoh Mu'tabaroh Indonesia.
Di organisasi yang mengurusi berbagai aliran tarekat itu, Kiai Nasihin menjabat sebagai ketua penasihat (mustasyar). Kiai Nasihin mengaku belajar tarekat sejak masih remaja. Setelah tamat madrasah aliyah (setingkat SMA), Nasihin muda manghabiskan hidupnya dari satu pesantren ke pesantren lain.
Kiai Nasihin pernah mondok di Pesantren Pesarean, Kajen, Pati, kemudian ke Kudus, terus ke Kajoran, lalu ke Muntilan serta Banten. Pada 1994, Nasihin kembali ke desanya dan mendirikan Pesantren AKN Marzuqi. AKN singkatan namanya, Ahmad Khairun Nasihin. Sedangkan Marzuqi diambil dari nama ayahnya. Pesantren ANK Marzuqi mulai tahun ini membuka SMP dan SMK Teknologi Informasi Terpadu.
Gedung pesantren ini terbilang megah. Terdiri dari bangunan berlantai empat yang mampu menampung sekitar 700 santri. Tiap kelas dilengkapi dengan komputer yang bisa mengakses internet. Tapi Kiai Nasihin sendiri mengaku tak tahu soal internet. Waktunya lebih banyak digunakan untuk berdoa dan zikir. "Saya jarang nonton TV dan jarang baca koran," kata Kiai Nasihin, yang menganut tarekat Tijaniyah, aliran tarekat yang didirikan ulama sufi asal Maroko, Syekh Ahmad bin Muhammad at-Tijani.
Kiai Nasihin mengaku telah membaiat SBY sebagai muridnya, pengikut tarekat Tijaniyah. Hal ini diungkapkan kepada wartawan Gatra Syamsul Hidayat saat mewawancarainya di Pesantren AKN Marzuqi, Minggu 19 September 2004, sehari sebelum pemilihan presiden putaran kedua.
Setelah SBY menang dan terpilih sebagai presiden, Senin lalu Kiai Nasihin bertandang ke rumah SBY di Puri Cikeas, Bogor. Selama di Jakarta, ia menginap di kamar 2929 presidential suite Hotel Shangri-La Jakarta. Di kamar hotel bintang lima ini, Gatra kembali mewawancarai Kiai Nasihin. Petikannya:
Kapan kali pertama Anda bertemu SBY, di mana dan atas prakarsa siapa?
Wah, sudah lama sekali. Saya sudah lupa. Sekitar akhir 2002 atau awal 2003. Saat itu, Pak Bambang masih menjadi Menko Polkam.
Benarkan Anda yang menyarankan agar SBY mencalonkan diri jadi presiden?
Tidak begitu. Saya cuma menyampaikan istikharah yang saya lakukan.
Mengapa melakukan istikharah?
Saya ini kiai. Saya melihat kegelisahan umat ketika Gus Dur lengser dari jabatannya sebagai presiden pada tahun 2000. Gus Dur itu bagus, kok ya bisa jatuh. Karena bukan orang politik, saya ya hanya bisa berdoa, memohon petunjuk Allah. Saya melakukan istikharah. Dalam istikharah yang saya lihat waktu itu, kok, Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal, waktu itu saya belum kenal dengan Pak Bambang.
Kapan dan di mana hal itu disampaikan kepada SBY?
Di kantor Menko Polkam. Waktu tepatnya saya lupa. Ya, pada 2003. Saya pendam, saya endapkan cukup lama. Hampir tiga tahun, baru saya buka kepada orang lain.
Mengapa harus dipendam begitu lama?
Itu saya takzimkan. Bener nggak ini. Kalau nggak benar, kan saya nipu negara. Jangan-jangan, istikharah ini yang keluar syaitoniyah. Syaitoni bukan arobani, bukan Allah. Dari Allah atau dari setan. Istikharah ini saya lakukan berulang-ulang. Hasilnya tetap Pak Bambang. Itu yang saya sampaikan kepada Pak Bambang.
Bagaimana tanggapan SBY?
Pak SBY menanyakan: "Saya harus menggunakan kendaraan yang mana, Kiai?" Nah, soal itu aku belum temukan. Saya lihat setiap partai besar sudah punya calon sendiri-sendiri. Terus saya menyarankan mendirikan partai sendiri, yang kemudian SBY mengajukan Partai Demokrat.
Yang punya ide mendirikan Partai Demokrat itu siapa?
Ya, Pak Bambang sendiri. Saya hanya ikut ndokteri.
Ternyata perolehan suara Partai Demokrat bisa mengantarkan SBY menjadi calon presiden, ya?
Ya, alhamdulillah. Itu menunjukkan bahwa istikharah kami arobani. Bukan syaitoni. Pada pemilihan presiden putaran pertama, SBY unggul. Itu makin menguatkan bahwa istikharah kami memang arobani. Insya Allah, pada putaran kedua nanti, SBY mendapat banyak dukungan rakyat. SBY itu tokoh yang tangguh, hati-hati, dan jeli. Di hadapan kiai juga tawaduk, santun, dan andap-asor.
Anda sering berhubungan dengan SBY?
Beliau orang sibuk. Kalau pas masing-masing ada waktu, kami bisa ketemu. Kalau beliau ada kesulitan, pasti menghubungi saya lewat telepon. Pukul berapa pun, Pak Bambang bisa telepon saya. Pukul tiga pagi, tengah malam, atau habis subuh.
Masalah apa saja yang dibicakaran?
Wah, banyak sekali. Saya lupa.
Yang masih ingat?
Pak Bambang pernah mengeluh tentang macam-macam fitnah yang ditujukan kepadanya. Saya bilang, kalau difitnah, ya, sabar saja. Orang yang difitnah akan terhapus dosanya. Berzikirlah kepada Allah.
Apakah SBY tergabung dalam tarekat Tijaniyah. Bagaimana proses masuknya. Proses spiritual seperti apa yang membuat SBY masuk?
Inggih, inggih (iya, iya). Saya lupa bulannya. Lupa.
Mungkin bukan waktunya, melainkan proses masuknya SBY?
Hakikatnya, tarekat itu zikir, mendekatkan diri kepada Allah. Ya itu. Kemungkinan besar, Pak Bambang ingin dekat dengan Allah, lalu masuk tarekat Tijaniyah. Dia masuk melalui pembaiatan formal. Sudah ada aturannya dalam tarekat ini.
Pembaiatan di Pati atau di mana?
Di mana, ya. Saya kok lupa itu.
Amalan tarekat Tijaniyah yang khas itu apa yang kemudian diamalkan oleh SBY?
Di dalam ilmu thoriqoh, kalau belum ikut masuk thoriqoh, belum boleh tahu. Amalan yang baik itu tidak boleh dipamer-pamerkan. Ilmu itu ada yang am (umum) ada yang khos (khusus). Ilmu yang khusus itu tidak bisa dibuka untuk umum. Intinya, semua itu untuk mendekatkan diri kepada Allah. Itu intinya. Tidak boleh amalan tarekat disampaikan kecuali yang sama-sama sampun nderek (sudah ikut) dibaiat.
Sepengamatan Anda, setelah dibaiat itu, SBY istikamah menjalankan amalannya?
Istikamah. Pak Bambang itu rajin. Kalau tahu ilmu agama, lalu dijalankan. Dia selalu berjamaah dengan istrinya.
Apakah kemenangan dalam pemilihan presiden ada kaitannya dengan aktivitas ketarekatan?
Gimana ya... ibadah itu sebetulnya tidak ada kaitan dengan proses politik ini. Tidak ada hubungan sebab-akibat.
Kalau sudah masuk dalam tarekat Tijaniyah, bisa dibaiat dengan tarekat lain?
Ndak boleh. Kalau tarekat lain bisa masuk Tijani. Kalau sudah masuk Tijani, mboten angsal (tidak boleh) matsna (dobel) masuk tarekat lain.
Kalau masuk tarekat lain, berarti ada sanksinya?
Sanksinya dari syekhnya, Tuhan Allah.
Bukankah SBY juga telah dibaiat dalam tarekat Naqsyabandi Haqqani?
Ya, mana lebih dulu? Kalau duluan Naqsyabandi, boleh. Saya dulu juga Naqsyabandi, tapi sekarang ke Tijani.
Dalam salah satu aksi doa, Anda dikabarkan pernah membentur-benturkan kepala SBY ke kepala Anda, apa penjelasannya?
Saya mushofahah (jabatan tangan) dan mijabahah (adu jidat). Itu terkait dengan robithoh (pengikatan) hubungan antara guru dan murid, supaya mudah membayangkan wajah guru. Itu hanya dilakukan pada orang tertentu seperti Pak Bambang. Orang yang memiliki tanda-tanda akan jadi orang besar. Kalau sudah ada pengikatan begitu, akan lebih khusyuk zikirnya.
Tentang Jusuf Kalla, kabarnya Anda juga yang menjodohkannya dengan SBY?
Iya. Waktu istikharah, yang muncul memang SBY. Kemudian saya berpikir, kalau Pak Bambang presidennya, lantas siapa nyagaki (yang menjadi tiang penyangga). Saya pun memohon petunjuk kepada Allah. Saya istikharah. Ternyata yang muncul adalah Jusuf Kalla.
Anda juga dikabarkan mengukur-ukur wajah Jusuf Kalla untuk mencocokkan dia sebagai pasangan SBY. Mengapa ditempuh cara itu?
Kan, nggak bisa ditebak, ya perlu diukur. Gimana ya... di hati itu tahu (argumen melakukan pengukuran), tapi mau menyampaikan susah. Ada tanda-tanda pada diri Pak Jusuf Kalla cocok dengan Pak Bambang.
Apa yang Anda sampaikan kepada SBY saat bertemu di Puri Cikeas?
Saya minta Pak Bambang mengangkat menteri dari orang yang baik-baik. Yang bukan pembohong.
Pesan penting lainnya?
Saya minta agar tegas: ojo goroh! (jangan berdusta). Jangan bergaul dengan wong sing ahli goroh (para pedusta), bisa ketularan menjadi pendusta (Kiai Nasihin mengucapkan dengan nada tinggi). Kalau sampai di sekitarnya ada orang-orang yang suka berdusta, terus bagaimana? Repot nanti. Harus diberantas.
[Laporan Utama, Gatra Nomor 47 beredar Jumat 1 Oktober 2004]
No comments:
Post a Comment