DEMAK- Ribuan orang muslim menghadiri puncak peringatan Haul Agung Ke-2 Kanjeng Sultan Raden Abdul Fatah Al Akbar Sayyidin Panotogomo Ke-487 M/502 H, Sabtu siang (6/8), di depan Masjid Agung Demak.
Puncak haul agung memperingati kematian Sultan Fatah, pendiri Kerajaan Islam pertama di Demak Bintoro itu, diisi dengan pengajian akbar oleh H Ahmad Jauhari MSi dari Depag Pusat dan KH Habib Luthfi bin Yahya dari Pekalongan. Ikut menghadiri acara itu, Bupati Hj Endang Setyaningdyah, Muspida, Kepala Biro Umum Setda Pemprov Jateng Drs Ateng C Miftah SE MSi mewakili Gubernur Jateng, dan Kakanwil Depag Jateng Drs HM Chabib Toha MA.Acara dimulai dengan tahlil bersama. Bupati dan Muspida serta sejumlah tamu yang berangkat dari pendapa berjalan kaki diiringi kelompok penabuh terbang. Tampak di antara rombongan, Kakandepag Demak Drs H Bambang Sugito TH, Imam Masjid Agung Demak KH Muzayin Munawar, serta para ulama dan kiai di Kota Wali.
Ribuan orang Islam yang membanjiri alun-alun tampak khusyuk mengikuti kegiatan itu. Mereka rela terkena panas matahari yang begitu menyengat.
Dalam sambutannya, Ketua Panitia Haul Agung Drs HM Dachirin Said SH menjelaskan, acara akbar itu guna menghormati kematian Sultan Fatah. Sultan Fatah merupakan sosok raja atau penguasa yang tetap mengedepankan ahlaqul karimah. Bahkan, dia tergolong seorang wali Allah.
Karena posisi Sultan yang demikian, Kakanwil Depag HM Chabib Toha mengajak masyarakat untuk meniru pola kepemimpinan Sultan Fatah.
''Dulu Demak marupakan pusat kerajaan yang rakyatnya damai dan jauh ada pertentangan. Karena itu, masyarakat Demak harus menjaga kondisi yang demikian, jangan menyampaikan sesuatu dengan pengerahan massa, apalagi sampai terjadi benturan,'' tuturnya.
Dia mengatakan, materi yang disampaikan sedikit berbau politik, karena yang sedang diperingati adalah ulama yang juga penguasa. ''Jadi, bisa dibilang haul kali ini juga haul politik. Kebetulan saat haul ini, suhu politik di daerah yang dikenal sebagai Kota Wali itu sedang hangat.''
Pesan perjuangan yang disampaikan Sultan Fatah, terangnya, lebih mengedepankan musyawarah. Pola demikian harus terus dijadikan pegangan.
Selalu Lahir Wali
Habib Luthfi bin Yahya menjelaskan, jumlah wali di muka bumi ini tidak pernah berkurang. Artinya, generasi wali tidak pernah putus. Setiap ada seorang wali yang meninggal, akan ada seorang wali yang menggantikannya. Sultan Fatah merupakan salah satu walisongo pada zaman Maulana Malik Ibrahim.
''Saat itu Sunan Kalijaga belum diangkat sebagai wali. Sebenarnya sampai saat ini walisongo itu masih ada, tetapi siapa orangnya dan sekarang ada di mana, saya tidak tahu,'' paparnya.
Jumlah wali Allah, kata dia, terbanyak adalah di tanah Jawa. Tugas para wali cukup berat. Tidak hanya membentengi umat dari ancaman bahaya, tetapi juga menjaga moralitas umat. ''Kebanyakan wali itu lebih mementingkan menjaga umat, dan itu tugas yang tidak ringan.'' (H1-37t)
No comments:
Post a Comment