Duta Masyarakat | 10 November 2009
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi mengatakan, penerapan syariat harus didahului pembangunan berbagai infrastuktur pemberdayaan masyarakat. “Jangan memaksakan penerapan syariat sebelum semua infrastruktur pemberdayaan masyarakat terpenuhi,” katanya.
Masdar mengatakan itu dalam diskusi dan bedah buku Abu Habib Muda Seunagan dan Thariqat Syattariyah di kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta, Masdar, Senin (9/11). Hadir pada acara teresbut para pejabat dan warga Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang tingal di Jakarta dan sekitarnya.
Menurut Masdar, pembangunan ekonomi masyarakat sangat penting sebelum syariat Islam diterapkan. “Suka tidak suka, kita harus mengakui bahwa yang paling penting adalah soal kebutuhan ekonomi,” katanya dalam diskusi yang membincang tokoh kharismatik NAD yang ditulis dalam buku setebal 254 halaman tersebut.
Umat Islam, kata Masdar, terutama di NAD, tidak boleh terjebak pada logika syariat atau logika benar salah dalam mengatasi berbagai persoalan yang sedang berkembang. Misalnya ingin menerapkan hukuman potong tangan bagi para pencuri.
“Umat Islam perlu kembali pada konsep tasawuf yang diterapkan dalam berbagai ajaran tarekat. Tasawuf menekankan pada aspek moral dan penyadaran diri, bukan ancaman, atau menakut-nakuti,” kata Masdar.
Menurutnya, umat Islam di Indonesia telah melupakan ajaran tarekat yang telah dikembangkan para penyebar Islam di Nusantara. Ajaran tarekat menekankan pada pendalaman moral dan penerapan akhlak dalam kehidupan.
Belakangan ini, lanjut Masdar, umat Islam hanya berpijak pada aspek syariat yang menekankan pada soal hukum atau sanksi yang diberikan kepada para pelanggar peraturan agama.
“Maka jadilah agama ini sepertinya hanya bertugas menghukum orang. Padahal, agama kan bertujuan agar manusia ini menjadi lebih baik. Kita selama ini melupakan ajaran tarekat yang menekankan aspek penyadaran,” katanya.
Menurut Masdar, Islam tidak datang untuk menakut-nakuti manusia dengan berbagai hukuman atau akibat yang diterima jika manusia melakukan sesuatu yang dinilai melanggar agama.
Prof Dr Syahrizal dari Universitas Arraniri Banda Aceh menyampaikan hal serupa. Menurutnya, umat Islam selama ini hanya terpaku pada logika hitam putih, bukan logika kesadaran. Logika kesadaran ini, katanya, dikembangkan dalam konsep tasawuf yang diamalkan dalam berbagai ajaran tarekat.
No comments:
Post a Comment