Wednesday, December 2, 2009

Dari Muktamar ke Muktamar: Wacana Bergeser ke Soal Kebangsaan

SM Minggu, 27 Maret 2005
HARI ini, rencananya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuka Muktamar X Jam'iyyah Ahli Thariqah Al Mu'Tabarah An Nahdliyah (Jatman) di Kajen, Kabupaten Pekalongan. Untuk kali ketiga, Pekalongan menjadi tuan rumah pelaksanaan Muktamar Jatman setelah suskes menggelar Muktamar IX pada Maret 2000 lalu dan Muktamar kedua 1959.
Pada muktamar IX, KH Habib M Luthfi Ali bin Yahya terpilih sebagai Rais Am. Terpilihnya Habib Luthfi sebagai Rais Am, sedikit banyak telah memengaruhi peningkatan aktivitas Jamaah Thariqah di Pekalongan dan sekitarnya.
Inti dari ajaran Thariqah adalah menjalankan atau melaksanakan agama Islam secara benar, penuh kehati-hatian, menjauhi atau meninggalkan syubhat, serta melaksanakan keutamaan sesudah melaksanakan ibadah wajib, seperti shalat tahajud dan rawatib.
Selain itu, Thariqah juga mengajarkan untuk bersungguh-sugguh mengerjakan ibadah dan riyadah ,seperti puasa Senin-Kamis, aktif membaca Alquran, membaca selawat, zikir, dan istighfar.
Pembentukan organisasi Thariqah, merupakan respons ulama terhadap persoalan kehidupan umat Islam yang menyangkut kehidupan batiniah. Cara yang ditempuh untuk membantu umat, adalah dengan mendirikan organisasi Thariqah sebagai wadah mendekatkan diri kepada Allah lewat zikir, tahlil, selawat, serta berbagai amaliyah lainnya.
Jatman yang pada mulanya masih bernama Jam'iyyah Thariqah Al Mu'tabarah, kali pertama melakukan muktamar pada 10 Oktober 1957, di Ponpes Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang. Muktamar tersebut diprakarsai oleh beberapa ulama Magelang; yaitu KH Chudlori, KH Dalhar, KH Siradj, dan KH Hamid Kajoran.
Bersamaan dengan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) Ke-26 di Semarang pada 1979, beberapa ulama -dengan diprakarsai oleh KH Muslih Abdul Rahman, KH Turaichan Adjhuri, dan KH Adan Ali- mengusulkan untuk memberikan tambahan nama An Nahdliyah, sehingga organisasi tersebut berganti nama menjadi Jam'iyyah Ahli Thariqah Al Mu'Tabarah An Nahdliyyah, yang kemudian disingkat Jatman, dengan alasan agar jamaah Thariqah tetap pada satu posisi dengan ajaran ahlussunnah wal jamaah.
Beberapa ulama yang mendirikan Jatman adalah KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Idham Cholid, KH Masykur, dan KH Muslih Abdul Rahman.
Penambahan nama An Nahdliyah, secara tidak langsung juga telah membatasi diri pada sebuah ikatan ideologi organisasi, yaitu ideologi organisasi NU.
Hidup dalam Kultur
Pada perjalanannya, Jatman lebih terlihat hidup dalam kultur dibandingkan dengan struktur. Apalagi, orang-orang thariqah atau tasawuf cenderung tidak tertarik dengan urusan struktur.
Tidak heran, jika permasalahan seputar penataan organisasi, masih mendominasi permasalahan di tiap muktamar. Berturut-turut dari Muktamar II di Pekalongan (1959); Muktamar III di Tulungagung, JawaTimur (1962); Muktamar IV di Semarang, Jateng (1968); Muktamar V di Madiun, Jawa Timur (1979); Muktamar VI di Probolinggo, Jatim (1984); Muktamar VII di Mranggen, Demak, Jateng (1989); Muktamar VIII di Pasuruan, Jatim (1995), dan Muktamar IX di Pekalongan, Jateng (2000).
Sebagaimana layaknya sebuah organisasi, berbagai friksi, gesekan, dan perdebatan di Jatman muncul di beberapa muktamar. Seperti dalam Muktamar V di Madiun Jatim (1979), muncul gesekan akibat politisasi dari pemerintahan Orde Baru yang mencoba untuk masuk ke organisasi itu setelah memberlakukan fusi partai.
Akibat politisasi dari pemerintah waktu itu, terjadilah penyeberangan beberapa jamiyah thariqah. Itulah, salah satu sebab hingga kemudian muncul penambahan nama An Nahdliyyah untuk menyatukan Jamiyah Thariqah.
Dalam Muktamar VI di Probolinggo, Jatim, muncul wacana pemisahan Jatman dari NU. Namun kemudian, dalam musyawarah kubro dihasilkan keputusan bahwa Jatman tidak pernah mengeluarkan satu kalimat pun yang menyatakan keluar dari tubuh NU.
Dalam perjalanan selanjutnya, Jatman sebagai sebuah organisasi sudah mulai mapan hingga wacananya bergeser ke arah bagaimana jamiyah thariqah bisa menjadi tawaran solusi bagi berbagai persoalan bangsa.
Hal itu, bisa dilihat dari tema besar pelaksanaan Muktamar X kali ini, yaitu ''Reaktualisasi ajaran Thariqah Al Mu'tabarah dalam membantu menyelesaikan persoalan bangsa dan negara".
Ketua panitia pelaksana, KH Drs Muhammad Chabib Thoha MA, kepada wartawan menandaskan, Jamiyah Thariqah memiliki konsep membangun generasi bangsa dengan memberikan fondasi jiwa atau rohani, perbaikan akhlak, keimanan, ketakwaan, dan ilmu pengetahuan, untuk kemudian melakukan pembangunan fisik. ''Oleh karena itu, di samping memiliki komitmen untuk meningkatan hubungan kepada Allah, juga memiliki kepedulian untuk menyelesaikan masalah umat,'' ujarnya.
Berbagai permasalahan bangsa, akan dibahas dalam sidang pleno oleh para muktamirin; di antaranya tentang persoalan pembinaan persatuan umat dalam kerangka NKRI, kesejahteraan masyarakat, pembinaan aparatur pemerintahan yang bersih. Hasil Muktamar X, akan sangat menentukan peranan organisasi. (Muhammad Burhan, Trias Purwadi-81a)
Jadwal Kegiatan hari ini:
09.00 -11.00 : Pembukaan muktamar oleh Presiden di Pendopo Kab Kajen
11.00 -12.30 : Sidang Pleno I, pembahasan tatib di eks Pendopo Kab di Kota Pekalongan
19.00 - 20.30 : Dialog dengan Menkopolhukam, Widodo AS di eks Pendopo Kab di Kota Pekalongan
20.45 - 22.15 : Dialog dengan Menag HM Baftuh Basyuni SH MA di eks Pendopo Kab di Kota Pekalongan.(81a)

No comments:

Post a Comment