Thursday, November 19, 2009

Kala Para Sufi Berpesta

Senin, 05 Januari 2009 | 08:39 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Dalam aula As-Salam seluas 30 meter persegi, semua orang duduk bersila sembari menyilangkan tangan ke bahu. Guruji Anand Khrisna duduk merapat ke tembok, tepat di sisi kiri patung ibu pertiwi--lambang keragaman bangsa Indonesia--setinggi 1,6 meter. Yang lain, lesehan memutari pinggir ruangan.
Lantas, sang guruji mengucap salam dalam bahasa India, "Saddam Muju," dan dijawab para murid, "Hu Ya Allah Hu." Selanjutnya, setiap salam dijawab tiga kali. Lalu, terdengar dentuman gendang dan petikan gitar akustik menyatu dengan penggalan salawat Nabi. Lantunan tembang mirip lagu tanah Arab bercampur India. Malam Minggu lalu, di Resor Gunung Geulis, Ciawi, Puncak, Bogor, para sufi berpesta. "Setiap orang beragama masing-masing bertemu, kemudian menari dan bernyanyi bersama," kata Anand tentang acara ini.
Selama ini sufi mengawang-awang di langit, kini merapat dan berada di tengah keramaian. Kembali berpijak pada bumi. Setelah bersalawat, sebagian menyerbu ke tengah, sebagian tetap bersila. Mereka bersiap menari whirling dervish dance, tarian sufi yang berasal dari Turki dan dipopulerkan kelompok Mevlevi Order yang dipimpin Jalaluddin Rumi ratusan tahun lalu. "Yang boleh menari hanya orang yang sudah melampaui kelas seni memberdaya diri (semedi) tingkat II," kata Wakil Ketua Yayasan Anand Ashram, Yudanegara, kepada Tempo.
Selama 45 menit, para darwis--sebutan pengikut ajaran Rumi--menari, berputar searah jarum jam laksana bumi memutari porosnya. Berbeda dengan tawaf yang mengitari Hajar Aswad dan putaran melawan jarum jam. Kala menari, telapak tangan kanan menengadah ke atas dan telapak tangan kiri menghadap ke bawah, dengan siku 45 derajat. "Maknanya, tangan ke atas itu adalah langit, sedangkan yang ke bawah itu bumi. Apa yang kita dapat dari Tuhan harus diteruskan ke orang lain," papar salah satu anggota Anand Ashram, Ahmad Yuldan Erwin.
Menurut ajaran Rumi, tarian itu merupakan lambang kematian ego. Layaknya salat, saat menari, para darwis bersua dengan Tuhan dalam keadaan extase (tidak sadar). "Di sini kami tidak sampai terbawa extase," ujar Anand. Saat gendang ditabuh, seketika itu pula perasaan extase merasuk dan terjadi reaksi kimia di otak. "Secara ilmiah merangsang produksi hormon serotonin dan melatonin."
Kalau sudah begitu, orang kerap terdorong tidak menyukai fakta kehidupan. Sebab itulah, tarian ala Rumi ini diharamkan rezim Kemal Attaturk di Turki. Maklum, di negeri ini, orang lebih mengejar extase-nya, bahkan hingga lari meninggalkan pekerjaan. Namun, sisi positifnya, kata Anand, tarian ini bisa melembutkan jiwa. "Kelembutan jiwa itu dipakai biar lebih peka terhadap kondisi jati diri bangsa dan negara," pria keturunan India kelahiran Solo itu mengungkapkan.
Anand berharap segala aspek kehidupan bangsa harus diwarnai kesadaran sufi. Menurut dia, meditasi itu bukan hanya duduk diam dan melakukan retreat (pengasingan diri). Lebih dari itu, meditasi adalah gaya hidup dan perluasan kesadaran. "Lewat itu, kita akan mencapai keseimbangan diri," ujar jebolan Pacific Southern University, Amerika Serikat, itu.
Semua itu dilakukan tanpa harus menanggalkan akidah dan identitas diri. Dengan meditasi teratur, akan didapat pengendalian diri sehingga hati dan pikiran menjadi jernih. Lalu, saat seseorang telah masuk tahap itu, akan tumbuh emosi cinta dan damai di hatinya. Dari situ, akan muncul rasa menerima pada perbedaan. "Konsep Pancasila adalah konsep sufi yang mengakomodasi perbedaan," ucap Anand. Namun, banyak di antara anak bangsa yang masih mencibir perbedaan itu.
Gagasan Anand, One Earth, One Sky, dan One Human Kind, sesuai untuk dijadikan resolusi bangsa Indonesia di tahun kerbau. Dengan menerima perbedaan, akan muncul rasa kebangsaan. Kalau sudah merasa satu bangsa, akan turut serta sense of belonging terhadap negara ini. Walhasil, masalah besar negeri ini, seperti sikap saling tidak peduli karena berbeda, itu bisa pupus. "Bangsa ini harus bisa mengapresiasi semua keyakinan dan perbedaan sebagai anugerah," kata pendiri padepokan Pusat Kesehatan Holistik dan Pelatihan Meditasi Anand Ashram itu.
HERU TRIYONO

No comments:

Post a Comment