Wednesday, January 20, 2010

Suluak, Tradisi Unik Naqsabandiyah di Padang

Sejak awal Ramadhan, mereka makan, minum dan tidur di Masjid. Inilah tradisi Suluak.

Kamis, 10 September 2009, 09:59 WIB
Arfi Bambani Amri


VIVAnews - Bulan puasa menjadi bulan penuh rahmat bagi setiap ummat muslim  untuk meningkatkan keimanan. Itikaf (berdiam diri di masjid) menjadi salah satu cara yang dilakukan untuk mendapatkan hidayah.

Bagi penganut Islam Naqsabandiyah di Padang, itikaf dilakukan dalam waktu yang panjang. Bagi penganut Islam Naqsabandi, mereka menyebutnya dengan istilah 'suluak'. "Suluak merupakan cara mendekatkan diri dengan Allah serta mengkaji sifat-sifat pencipta," kata Zahar (53) jamaah Naqsabandiyah yang ditemui VIVAnews di Surau Baru, Kecamatan Pauh, Padang, Rabu 9 September 2009.

Suluak dilakukan dalam waktu 10 hari hingga 30 hari selama bulan Ramadhan. Selama mengikuti suluak, para jamaah membawa sejumlah perlengkapan seperti beras, bahan-bahan untuk dimakan, pakaian ganti, dan sejumlah perlengkapan tidur.

Perlengkapan keseharian ini disesuaikan dengan lamanya waktu suluak yang diikuti. Selama bersuluak, jemaah menghabiskan waktunya di masjid dan melakukan segala aktivitasnya di dalam rumah ibadah.

Rata-rata peserta suluak didominasi kalangan tua. "Selama bersuluak jemaah mengikuti pengajian-pengajian yang diberikan buya pada waktu-waktu sehabis shalat fardhu," kata Zahar. Saat VIVAnews berkunjung ke Surau Buluh, sedkitnya terlihat empat perempuan tua yang sedang mengikuti kegiatan tersebut.

Di surau tua yang berukuran kecil ini, para peserta suluak menghabiskan waktunya sehari-hari. Masjid tua ini memang terkesan berbeda dengan bangunan yang berada di sekitarnya. Di dalam masjid juga terlihat beragam perlengkapan tidur mereka yang mengikuti suluak.

"Setelah mengikuti suluak diharapkan keimanan kita akan bertambah dan semakin dekat dengan pencipta," kata Zahar. Suluak tak ubahnya seperti menyepi dan menjauhkan diri dari segala kegiatan dunia.

Ajaran Tarekat Naqsabandiyah dibawa Maulana Syaikh H Muhammad  Thaib Bin Ismail (Angku Surau Baru). Aliran Naqsabandiyah diyakini berasal dari Makkah yang dikembangkan murid sekaligus sahabat Rasul Muhammad SAW, Abubakar As Shiddiq.

Angku Syarief Thaeb mengembangkan aliran ini pertama di Sumbar. Hingga saat ini, aliran Tarekat Naqsabandiyah berkembang hampir ke seluruh daerah di Sumbar.

Naqsabandiyah memiliki sistem penanggalan sendiri sehingga Ramadhan dilakukan 30 hari penuh setiap tahunnya. Sesuai kepercayaan aliran ini, Ramadhan bagi jamaah naqsabandiyah dua hari lebih awal dari pemerintah.

Laporan Eri Naldi | Padang

No comments:

Post a Comment